Dalam siaran pers yang Kementerian LHK, Selasa (5/4/2016) tim dokter hewan (drh.) gabungan dari Kementerian LHK, TSI, YABI, IPB dan WWF menduga kematian Najag akibat infeksi berat disebabkan luka parah pada kaki kirinya akibat jerat tali.
Badak yang diperkirakan berumur 10 tahun itu diperkirakan terjerat sejak September 2015, dan ketika berhasil ditangkap tali jerat sudah putus namun tali yang tersisa sudah masuk sangat dalam ke dalam kulit badak. Kepastian penyebab kematian Najaq akan diketahui setelah pemeriksaan post mortem (autopsi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baru pada 12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan langsung diberikan pengobatan untuk lukanya dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia (TSI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB dan WWF.
Upaya pengobatan di atas juga didukung dan dikonsultasikan dengan para ahli Badak internasional (Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University-USA). Kondisi badak dilaporkan mulai membaik yang diindikasikan dengan makan cukup banyak, namun diprediksi masih ada infeksi di kaki nya (luka dalam).
Beberapa hari terakhir, kondisi kesehatan Najaq diketahui menurun dan akhirnya mati. Kematian ini diduga karena adanya infeksi berat yang bersumber dari luka jerat di kaki kiri. Setelah pemeriksaan post mortem, Badak yang mati akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
"Pengobatan yang diberikan oleh Tim dokter hewan sempat direspons positif. Namun demikian, memang luka yang dialami pada kaki kirinya parah dan menyebabkan infeksi," ujar drh. Muhammad Agil, salah satu personil Tim gabungan Penyelamatan Badak Sumatera di Kab. Kutai Barat.
Sementara menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Tachrir Fathoni, kematian badak Sumatera Najag sesungguhnya menunjukan bahwa populasi badak sumatera di Kalimantan ada, yang selama ini keberadaannya dianggap tidak ada.
"Untuk itu, KLHK akan terus melanjutkan upaya perlindungan badak sumatera yang ada di Kutai Barat Kalimantan Timur," tegas Tachrir.
Sementara menurut CEO WWF Indonesia Efransjah, kemarian Najag merupakan pelajaran berharga bahwa menyelamatkan satu badak saja sangat sulit, dan perlu dukungan ahli dan sumber daya yang intensif. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini