Kasus bermula saat pria kelahiran 4 Januari 1950 itu berkenalan dengan Tomy Susanto pada sebuah acara ulang tahun di sebuah tempat karaoke di Mangga Besar, Jakarta Barat 2010. Saat itu Tomy mengajak Hartawan untuk bergabung bisnis narkoba tetapi ditolak.
Setahun berikutnya, atau tepatnya pada 6 Agustus 2011, Tomy meminta bantuan Hartawan untuk mau mengedarkan pil setan itu. Hartawan menyanggupi karena akan diberi sejumlah uang. Ribuan pil ekstasi itu dimasukkan ke dalam kardus dan disimpan di lantai 1 rumah Hartawan. Adapun Tomy pulang kampung ke Kalimantan Barat dan mengendalikan Hartawan untuk menyebarkan pil setan itu dari jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 9 April 2012, jaksa menuntut Hartawan dengan hukuman mati. Siapa sangka, PN Jakut hanya menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Hartawan pada 30 April 2012. Jaksa kaget dan langsung mengajukan banding. Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menerima banding dan menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup kepada Hartawan pada 30 Juli 2012. Jaksa tidak puas karena tuntutannya mati sehingga langkah kasasi diambil. Gayung bersambut. Tuntutan jaksa dikabulkan.
Pada 6 Maret 2013, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman mati kepada Hartawan. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Timur Manurung dengan anggota hakim agung Dr Salman Luthan dan Dr Andi Samsan Nganro. Atas vonis ini, giliran Hartawan yang tidak menerima dan mengajukan PK. Tapi apa kata MA?
![]() |
"Menolak permohonan PK kuasa pemohon atas termohon Hartawan Lunardi alias Akui alias Jhon," demikian lansir panitera MA, Senin (4/4/2016).
Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Dr Artidjo Alkostar dengan anggota hakim agung Sri Murwahyuni dan hakim agung Suhadi. Perkara nomor 200 PK/Pid.Sus/2015 diketok pada 29 Maret 2016. (asp/trw)












































