"Jadi yang pertama posisi Bojonegoro ini kan sebenarnya daerah aliran di hilir, tapi tidak hilir amat. 18 Kabupaten itu kalau hujan serentak itu bisa ngirim air semua ke Bojonegoro. Karena sejarah masa lalunya memang 30 juta tahun yang lalu adalah laut. Karena itu tanah masih gerak, pecah kalau kering, formasi minyak di atas gunung saja ditemukan karena itu memang dulunya laut," kata Bupati supel yang akrab disapa Kang Yoto ini, mengawali perbincangan dengan detikcom di kawasan perkembunan warga di Ngringinrejo, Bojonegoro, Jumat (1/4/2016) kemarin.
![]() |
Kang Yoto berkisah, awalnya warga Bojonegoro ingin melawan banjir. Warga mulai meninggalkan kearifan lokal yang dilakukan oleh nenek moyangnya.
"Dulu rumah di sini kayu kemudian berubah batu bata, terus dulu jalannya tanah eh lama-lama diganti aspal. Aspal kalau kena banjir rusak. Banyak juga budaya yang meninggalkan air orang-orang sini, ada anak-anak tenggelam saya kaget ternyata tidak bisa renang. Jadi kita ini secara tidak sadar ingin melawan banjir, orang bahkan tidak mikir musim banjir tetap tanam. Padahal orang sini itu punya kearifan dulu misalnya orang bikin batu bata kalau habis banjir tanahnya. Orang melihara ternak karena banjir pun bisa diungsikan ternaknya sehingga ekonomi tidak terganggu. Wah ada yang salah hidup kita ini kok tiba-tiba ingin melawan banjir," paparnya penuh semangat.
![]() |
Padahal, menurut Kang Yoto, sejak zaman Belanda sebenarnya banjir di daerahnya tidak dilawan. "Jadi tidak dibikin tanggul, air Bengawan Solo biarkan saja meluber. Memang Karangnongko barage itu besar, itu pun tidak untuk melawan, hanya mengatur bagaimana banjir itu datang tidak merusak tanaman supaya bisa panen. Solo valley itu gunanya lebih untuk produksi pangan supaya tidak terganggu banjir. Apalagi kalau Bojonegoro mau mencanangkan kita bebas banjir, nggak mungkin karena dapat kiriman dari seluruh kabupaten kota, karena itu kita kembangkan living harmony, hidup harmonis dengan banjir," kata Kang Yoto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pada awal konsep living harmony diterapkap masyarakat tak langsung percaya. "Kita sudah bisa memperkirakan dengan agak cermat kapan air datang, kapan air turun. Dulu awalnya tahun 2008 orang nggak percaya, tahun 2009 mulai percaya, tahun 2010 full percaya kepada pemerintah. Kalau bilang jangan tanam ya tidak tanam, pemerintah benar-benar hadir memandu mereka," kata Kang Yoto.
Kini sejumlah infrastruktur untuk 'menyambut' banjir pun telah dipersiapkan. Di daerah rawan banjir sudah dipersiapkan semacam tempat pengungsian terpadu yang nyaman.
![]() |
"Tadi lewat Terucuk kan lewat taman Ebaga, evaluasi bahagia. Itu kalau banjir besar orang bisa tinggal di situ dan nyaman. Makanan disiapkan, ada tempat hewan, tempat orang tidur, ada dapur umum. Semua bisa hidup bareng-bareng. Di Kota ada Gedung Serba Guna, tempat lain ada dapur komunitas warga. Jadi yang berubah sekarang ini orang yang tadinya rugi karena banjir sekarang bisa dihindarkan. Kerugian barang bisa diamankan, kerugian manusia diamankan, orang dulu stres sekarang nggak lagi, pertanian jalan, produksi pangan jalan," katanya.
Di akhir cerita, Kang Yoto mengungkap ada sebuah tanggul sepanjang 17 km yang dibangun di atas tanah warga secara sukarela dengan sedikit uang pengganti. Tanggul ini yang menyelamatkan warga pinggiran Bojonegoro dari kegagalan panen akibat banjir.
![]() |
"Kanor itu ada hamparan sawah, 5.000 hektar dua kecamatan itu gabung kalau sudah hujan ketinggian airnya di bawah Bengawan Solo. Tanggul bukan menghalangi banjir fungsinya dia bisa menahan sampai panen, setelah panen baru dilepas airnya masuk. Kanor itu dulu kantong kemiskinan sekarang jalan-jalannya seperti di kota," pamernya.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini