Komisi II DPR: Kenaikan Syarat Perseorangan Agar Calon Berkualitas

Komisi II DPR: Kenaikan Syarat Perseorangan Agar Calon Berkualitas

Yulida Medistiara - detikNews
Minggu, 03 Apr 2016 18:35 WIB
Komisi II DPR: Kenaikan Syarat Perseorangan Agar Calon Berkualitas
Suasana di lokasi acara (Foto: Yulida/detikcom)
Jakarta - Koalisi masyarakat sipil dengan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mendiskusikan draf revisi UU Pilkada. Diskusi ini membahas soal waktu yang singkat menjelang Pilkada serentak 2017.

"Saya melakukan diskusi dengan masyarakat sipil, hari ini saya menjelaskan tentang masuknya Surpres tentang revisi UU Pilkada. Revisi tersebut adalah revisi UU Pilkada yang kita laksanakan pada 2015," kata Rambe di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (3/4/2015).

Pemerintah akhirnya mengirimkan draf revisi UU Pilkada ke DPR setelah ditunggu cukup lama. Dengan demikian, DPR dapat mulai membahas revisi UU ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rambe mengatakan, pada tanggal 6 April nanti Surpes akan dibacakan secara formal di sampaikan secara terbuka. Ia berharap agarย  tahapan pembahasan tidak terlalu lama karena terbentur waktu.

"Kalau enggak sorenya atau besoknya (tanggal 7) komisi akan langsung membahasnya karena waktunya sangat terbatas, karena tanggal 30 April akan reses," ujar Rambe.

Setelah Surpres dibacakan, masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya kepada Komisi II terkait masukan untuk revisi UU Pilkada. Setelah itu, sepuluh fraksi di DPR juga memiliki waktu sebelum tanggal 13 untuk membuat Data Inventaris Masalah (DIM) masing-masing.

"Nanti tanggal 13 atau 5 hari setelah dibacakan Surpres mekanismenya tadi langsung dilakukan raker dengan Mendagri, Menkum HAM dan Menkeu akan dilakukan. Jadi pada tanggal 13 April pemerintah menyampaikan kejelasan ke DPR dan pada saat itu biar dilakukan langsung pandangan fraksi menyampaikan DIM fraksi sebagaimana dilakukan itu biar fraksi-fraksi DPR menyampaikan DIM. Oleh karena itu tanggal 6-7 kita harus menerima dulu aspirasi dari masyarakat," imbuh Rambe.

Revisi ini untuk mengakomodir evaluasi dari pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Rambe mengatakan ada 32 poin yang kemungkinan bisa berubah dalam pembahasan ini, termasuk persyaratan perseorangan.

"Mekanisme perseorangan ini memang diatur. Kita mengukuhkan soal independen ini adalah sah resmi secara hukum di samping dari parpol atau gabungan parpol untuk gubernur, bupati, wali kota," ujarnya.

Salah satu poin revisi adalah syarat calon perseorangan. Rencananya syarat perseorangan naik menjadi 15-20 persen dari jumlah pemilih.

"Oleh karena sebelumnya 6,5-10 persen dari jumlah penduduk, sekarang MK memutuskan dari DPT, kan jauh bedanya. Kalau dihitung- hitung jumlahnya harus dinaikan. Bukan untuk dipersulit. Harus dinaikan 10-15 persen, jadi nanti jumlah dukungannya yang dipenuhi bisa sama dan setara," kata Rambe.

Menurutnya, perubahan tersebut dilakukan untuk menyetarakan syarat perseorangan dan yang maju dari parpol. Ia mengatakan, naiknya 10-15 persen jumlah persyaratan ini dilakukan untuk mencegah banyaknya calon perseorangan yang maju lewat jalur independen.

"Jadi ini agar calon-calon perseorangan berkualitas tidak terlihat main-main. Kan konteksnya ini bukan hanya di Jakarta saja, tapi daerah-daerah juga," kata Rambe. "Jadi bukan menghambat tapi memang ada keinginan kita, tetapi kita juga tidak ingin seperti kacang goreng," sambungnya.

Banyak elemen masyarakat yang diwakili Titi Anggraini dari Perludem, Masykurudin Hafidz dari JPPR, Veri Junaidi dari Kode Inisiatif, Mulki Sader dari PSHK, dan Dadang Trisasongko dari JTII, dan sejumlah masyarakat lain hadir dalam diskusi ini. Mereka mengatakan tak setuju syarat calon perseorangan dinaikan.

Koalisi masyarakat ini lebih setuju bila persyaratan perseorangan tetap 6,5-10 persen dari DPT dan persyaratan parpol juga diturunkan agar parpol bisa mengajukan calonkan sendiri. Namun, Rambe mengatakan KTP yang dikumpulkan calon perseorangan itu tetap harus diverivikasi oleh tim verifikator, usulan ini masuk dalam draf.

"Harus ada tim yang memverifikasi. KTP itu harus masuk dalam vetifikasi kalau itu ditolak harus masuk ke dalam PKPU," katanya.

Ia juga mengusulkan kalau gubernur atau kepala daerah yang akan mencalonkan diri lagi di periode berikutnya harus mengundurkan diri atau di nonaktifkan diri dari jabatan yang sedang diemban. Hal itu agar calon tersebut tidak menggunakan dana pemerintah. Ia dengan Fraksi Partai Golkar mengaku akan memperjuangkan hal itu dalam pandangan fraksi. (hri/hri)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads