"Sebelum era Pak SBY, saya pernah diundang mensesneg pemerintahan sebelumnya, saya kaget melihat tumpukan naskah di mejanya. 50 cm. Itu surat-surat penting, belum didisposisi ke presiden," ungkap Sudi.
Hal tersebut disampaikannya saat mengisi materi di Pelatihan Kader PD di Novotel Bogor, Jumat (1/4/2016). Ketika Kabinet Indonesia Bersatu terbentuk, pemerintahan SBY lalu membentuk lembaga baru untuk membagi tugas dengan Mensesneg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudi pun bercerita bahwa ada banyak pekerjaan yang telah dilakukan, namun tidak terpublish atau diketahui publik. Seperti menyelesaikan masalah grasi yang sudah bertumpuk lama.
"Ada 1.131 masalah grasi. Kami mencicil, seminggu 50 kita selesaikan, tanpa banyak komentar. Di akhir kabinet, tinggal 31 tersisih, tapi sebenarnya sudah dibahas, tinggal pelaksanakan saja," tuturnya.
Kemudian Sudi menjelaskan bahwa di era SBY, ada cukup banyak komisi atau lembaga yang dibubarkan. "Karena tidak ada kerjaan, hanya minta anggaran terus tiap tahun," ucapnya.
SBY yang hadir dalam kelas Sudi itu lalu menyambung. Ia mengatakan bahwa saat era reformasi ada banyak komisi atau lembaga yang dibentuk karena rasa tidak percaya terhadap eksekutif pasca orde baru.
"Termasuk konsultan luar negeri, tapi yang banyak datang dari negara federal, lahirlah banyak komisi agar presiden harus diawasi, dikontrol. Lalu kita sadar kita terlalu banyak, tumpang tindih. Biaya besarn maka kita lakukan penataan kembali," ujar SBY di lokasi yang sama.
Jenderal purnawirawan itu pun berharap agar Presiden Joko Widodo juga melakukan hal yang sama. Agar lembaga atau komisi-komisi yang tidak penting agar ditata kembali. Sehingga bisa membuat pemerintahan lebih efektif lagi.
"Saya yakin Pak jokowi akan memikirkan pemerintahan yang sizenya besar. Kalau kurang ditambah kalau lebih dikurangi. Saya juga dulu one day service, pagi masuk, siang out. Selama 10 tahun ribuan dokumen penting yang kami tandatangani," jelas SBY.
"Tapi kami tidak ingin begitu keluar PP harus diubah. Kalau memang 2 minggu ya minggu. Ya Alhamdulillah, tidak ada yang berubah. Kalau berubah-ubah, investor akan wait and see. Pastikan pengambilan keputusan tepat dan cepat. Proper," lanjutnya.
SBY lalu sempat menyinggung soal kebijakan kenaikan tarif BPJS. Yakni soal perubahan oleh pemerintah yang kemudian dikoreksi. Menurutnya jika kebijakan dilakukan dengan sistematik, hal seperti itu bisa dihindari.
"Hari ini saya dapat berita, iuran BPJS dibatalkan, sebagian diberlakukan yang beberapa hari lalu sudah keluar kebijaakannya. Itu seharusnya tidak terjadi. Ini masalah profesionalitas, harus menggunakan sistem yang bagus," tukas SBY.
Selain Sudi, satu pengisi materi lain yang hadir adalah Sekretaris Kemensesneg Lambock Nahattands. Ia memaparkan pengalamannya ketika menjadi anak buah SBY. Dan yang paling berkesan buatnya adalah bagaimana Ketum PD tersebut selalu meningatkan agar peraturan atau kebijakan pemerintah harus digodok matang-matang sebelum disahkan.
"Jangan sampai dibuat peraturan yang tidak bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Arahan Pak SBY tolong diperiksa dulu efektivitasnya bagaimana. Karena kalau sudah jadi asap, kita tidak bisa menghindari api. Maka perlu menghindari api," terang Lambock.
Pria yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Menko Polhukam Luhut B Pandjaitan itu juga menyebut bahwa ia salah satu orang yang berani mengingatkan SBY kala itu. Dia pun kerap geram karena beberapa kali banyak pihak selalu menganggap surat atau naskah peraturan selalu terhambat di meja presiden.
"Padahal bisa saja ada di kementerian bertahun-tahun, di sekneg sehari, tapi dibilangnya sudah presiden," tutup Lambock.
(ear/rvk)











































