Busan adalah kota pelabuhan di Korea. Inilah kota terbesar kedua setelah Seoul. Kalau di Indonesia, seperti Surabaya. Tempat berkembangnya peradaban yang bisa menunjukkan bahwa Korea itu bangsa yang layak disegani. Apapun yang terjadi di sana, bisa menjadi barometer yang layak diperhitungkan.
![]() |
Di Busan ini, misalnya, terdapat sekitar 300 mahasiswa Korea yang sedang tekun belajar bahasa dan budaya Indonesia di Busan University of Foreign Studies. Animo studi di jurusan Indonesia memang sedang membahana. Dalam semester baru, universitas itu bahkan membatasi diri, hanya menerima 30-an mahasiswa jurusan Indonesia. Sebab kalau tidak begitu, aku salah satu dosennya, maka jurusan lain bisa-bisa tidak kebagian murid. Wow banget deh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya bukan hanya Busan University of Foreign Studies yang mengajari muridnya tentang budaya Indonesia. Di hampir semua kota besar di Korea Selatan, selalu saja ada universitas yang mengajarkan setidaknya bahasa Indonesia. Bahkan, suatu ketika, seorang doktornya dengan bangga menceritakan bahwa anaknya sedang studi bahasa Indonesia di UI Depok, Jakarta. Dus, Indonesianis disana sedang berkembang pesat.
Fenomena banjirnya mahasiswa jurusan Indonesia di luar negeri adalah peristiwa yang tidak biasa. Pasti ada udang di balik batu. Inilah peristiwa ekonomi yang sangat sesuai dengan peribahasa: ada gula ada semut.
Jujur saja, kini banyak masyarakat Korea yang berpendapat bahwa Indonesia akan menjadi tulang punggung Asia. Masa depannya demikian berkilau. Ketika banyak bangsa lain perkembangan ekonominya mulai mentok, Indonesia justru cukup berkibar. Lebih-lebih dibarengi juga dengan ketersediaan SDM yang segede gambreng.
Persepsi itu makin menguat karena saat ini terdapat lebih dari dua ribu perusahaan Korea telah berinvestasi dan meraup keuntungan di Indonesia. Konsekuensinya, banyak anak muda Korea yang ingin meraih kesempatan berbisnis atau bekerja di Indonesia. Belajar bahasa dan budaya Indonesia hanyalah salah satu jalannya.
Presiden Sukarno juga pernah mewariskan kebanggaan bangsa di negeri beruang putih, Uni Soviet. Berkat kedekatannya dengan negara mantan adidaya tersebut, terdapat 4 universitas besar di sana yang mengajarkan bahasa Indonesia. Saat itu, animo belajar bahasa melayu bak banjir di Jakarta di musim penghujan.
![]() |
Sayangnya, di masa Rusia sekarang, animo itu merosot tajam. Untuk mempertahankan jumlah mahasiswa pada tingkat cukup saja terseok-seok. Jurusan Indonesia di Vladivostok misalnya, seperti pepatah: hidup segan mati tak hendak. Alias setengah mati. Fenomena ini seolah mengonfirmasikan bahwa hubungan ekonomi kedua bangsa tidak segairah di masa Orde Lama.
Sama dengan di Rusia, persepsi anak-anak muda Korea terhadap Indonesia yang saat ini sedang membuncah, dapat saja tiba-tiba turun drastis. Karenanya kita semua wajib 'ain merawatnya baik-baik. Tidak cukup sekedar berbangga hati, apalagi berbesar kepala. Sebab, sampai kapanpun tidak akan ada "hujan emas dan berlian". (try/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini