![]() |
"Pada intinya ini total berdoa bersama, baik (berdoa) secara kejawen, Kristen, Islam agar terciptanya keselarasan alam, lingkungan, sungai bersih untuk kemanusiaan," ujar Ketua Panitia Pedro Idarto usai acara Ruwatan Code di bawah jembatan Kewek, bantaran Sungai Code, Yogyakarta, Rabu (30/3/2016).
Beberapa Komunitas dan kelompok yang ikut dalam acara ini antara lain Sanggar Anak Kampung Indonesia (SAKI), Taranesia, Yuyu Kangkang, WALHI, Mural Street Art dan Ring of Performance.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kiri kanan Sungai Code di tempat itu memang telah penuh dengan hunian. Pedro menilai sudah saatnya seluruh elemen masyarakat kembali diingatkan bahwa sungai merupakan sumber kehidupan mereka. "Sungai adalah peradaban manusia. Akses air setidaknya bagi warga Bantaran Code berasal dari sungai," kata Pedro.
Acara ruwatan diawali dengan berdoa bersama, lalu menabur nasi tumpeng ke aliran sungai, hingga melepas ikan Nila.
![]() |
"Kami melepas ikan dengan harapan ekosistem sungai tetap terjaga," imbuhnya.
Tak berhenti di soal lingkungan, sungai Code juga memiliki fungsi sosial yang tinggi. Letaknya yang strategis menarik minat banyak warga pendatang.
Untuk itu Komunitas dan warga menggandeng mahasiswa dan warga pendatang untuk bergabung dalam upacara ini. Di antaranya Keluarga Mahasiswa Waraopen Papua dan Sumba NTT yang dalam kesempatan ini menarikan tarian daerahnya masing-masing.
![]() |
Irama musik dan gerakan penari yang dinamis membawa suasana di Bantaran Code semarak dan berwarna. Dari Sumba mereka membawakan tarian Kentaga sedangkan mahasiswa Papua menarikan tarian Mambri.
Warga Bantaran Sungai ikut larut mengikuti irama, melompat, dan menari bersama para mahasiswa Papua.
![]() |
"Diharapkan Yogyakarta tetap berhati nyaman. Yogyakarta adalah rumah bersama yang menghargai perbedaan dan mengayomi kehidupan multikultur," kata Pedro. (sip/aan)