Cegah Polisi Stres, Polri Perbanyak Rekrut Psikolog

Cegah Polisi Stres, Polri Perbanyak Rekrut Psikolog

Bisma Alief - detikNews
Rabu, 30 Mar 2016 15:01 WIB
Istri Diduga Dibunuh Bripka Triono (Foto: Hendrik R/detikcom)
Jakarta - Belakangan ini polisi jadi sorotan karena ada sejumlah anggotanya bunuh diri atau membunuh anggota keluarganya. Untuk mencegah polisi stres sehingga berbuat tidak terpuji, maka Polri akan merekrut psikolog lebih banyak.

"Ya kita kan keterbatasan. Oleh karena itu dalam rekrutmen yang sekarang ini kita akan ada beberapa psikolog yang kita terima," ujar Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno yang juga anggota pansel calon anggota Kompolnas usai mengumumkan 24 calon anggota Kompolnas yang lolos tes tertulis di Gedung Kompolnas, Jl Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016).

Menurut Dwi, pihaknya juga menggandeng Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan untuk pendampingan bagi anggota polisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Idealnya, lanjut Dwi, setiap anggota polisi melakukan tes kejiwaan setahun sekali. Namun saat ini tes kejiwaan tidak dilakukan setahun sekali dengan alasan terbatasnya anggaran.

"Tapi hal-hal tertentu bisa saja dilakukan oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polri kerjasama dengan RS Polri atau RS setempat," tutur mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Untuk perekrutan anggota polisi, menurut Dwi, selalu mengedepankan azas bersih dan transparan dari hal-hal negatif dengan tujuan untuk mengeliminir penyimpangan.

Sedangkan untuk penggunaan senjata api, jelas Dwi, tidak semua polisi memegang senjata.

"Yang operasional diprioritaskan, misalnya reserse dan intelijen. Lalu lintas juga nggak semuanya. Kalau di operasional ya dia bisa tapi dengan prosedur dan SOP yang sudah dibuat," beber Dwi.

Data IPW

Di tempat yang sama, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menyatakan, hingga Maret 2016 sudah ada 3 kasus polisi membunuh anak atau istrinya dan 6 kasus polisi bunuh diri. Neta menilai, kasus tersebut terjadi karena ada masalah besar di polisi jajaran bawah.

"Masalah psikologis mereka sepertinya gampang labil, tekanan tugas yang berat secara psikis. Mereka tidak siap mental menjadi polisi," ujar Neta.

Neta menelusuri 3 faktor penyebab kasus yang melilit polisi tersebut. Pertama, faktor asmara kerena saling cemburu. Kedua, faktor ekonomi keluarga, dan ketiga faktor kesal dengan atasan.

Neta juga menambahkan, psikolog di kepolisian saat ini sangat minim. Psikolog juga jarang bergabung di kepolisian karena digaji kecil.

"Sarjana psikolog tidak mau bergabung dengan kepolisian karena gajinya kecil. Ini masalah juga," imbuh Neta.

Atas kasus di kepolisian ini, Neta memberikan dua solusi. Pertama kepedulian atasan pada bawahan yang menyimpang yakni dengan diberikan konseling.

"Jangan diizinkan memegang senjata dan jangan diizinkan tugas di lapangan. Sementara bertugas di kantor," ucap Neta.

Kedua, benahi sistem kepolisian di Sekolah Polisi Negara (SPN). Calon polisi yang bermental dan psikis labil jangan diterima.

"Ke depan tekanan polisi sangat berat, tekanan tugas berat, dan gajinya juga tidak seimbang dengan kebutuhan hidup. Dengan adanya tes diperbaiki dari segi mental dan psikis dapat menghasilkan calon polisi yang tangguh. Tekanan apa pun mereka bisa hadapi," kata Neta.

(nwy/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads