"Saya pernah minta ke Pak Jokowi supaya anggaran riset ditambah. 'Ditambah berapa, Bu?', 'lima persen', 'loh, kok banyak banget?'," tutur Mega di Merak Room JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/3/2016).
Megawati berpidato di acara Konvensi Haluan Negara (Foto: Bagus Prihantoro/detikcom) |
Mega mengaku heran ketika 5 persen dari APBN disebut angka yang besar. Padahal selama ini anggaran riset selalu tak lebih dari 1 persen, kata Mega.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia riset harus dimasukkan ke dalam haluan negara. Terutama untuk melakukan riset yang berpijak pada kearifan lokal.
Kearifan lokal yang dimaksud salah satunya di bidang kesehatan. Sejak dahulu leluhur bangsa Indonesia memiliki obat-obatan serta terapi tradisional, tetapi belum dilakukan risetnya sehingga dianggap tidak empiris.
Megawati berpidato di acara Konvensi Haluan Negara (Foto: Bagus Prihantoro/detikcom) |
"Kalau kita sakit pada zaman dulu itu saya ingat mbok-mbok saya selalu buatkan beras kencur. Itu saya lihat banyak yang diparut salah satunya kunyit kan? Padahal kita selalu kirim berton-ton kunyit itu ke luar negeri itu untuk diekstrak. Kenapa tidak kita ekstrak sendiri?" ujar Ketum PDIP itu.
Selain itu ada pula pengobatan seperti 'kerokan' yang hingga kini, kata Mega, belum dilakukan riset empiris. Padahal dalam beberapa kasus seringkali pengobatan seperti itu membawa kesembuhan.
"Makanya saya bilang ke IDI (Ikatan Dokter Indonesia, -red) itu tolong rakyat dikasih pilihan untuk berobat. Jangan hanya disuruh beli obat, kemudian tidak disarankan yang tradisional. Okelah obat generik harganya murah, tapi kan dimintanya berbutir-butir. Padahal China, Jepang juga sudah melakukan itu (pengobatan tradisional)," tutur Mega. (bpn/fdn)












































Megawati berpidato di acara Konvensi Haluan Negara (Foto: Bagus Prihantoro/detikcom)
Megawati berpidato di acara Konvensi Haluan Negara (Foto: Bagus Prihantoro/detikcom)