"Prinsipnya seluruh calon harus diperlakukan sama," kata juru bicara KY, Farid Wajdi, kepada detikcom, Senin (28/3/2016).
Integritas MBL bisa terlihat dari rekam jejaknya. Seperti saat Orde Baru, ia menolak masuk Golkar, sebuah organisasi wajib yang harus diikuti oleh hakim kala itu. Akibatnya, MBL diskorsing dan ditugaskan ke Papua. Saat mengadili Nenek Minah pada 2010, ia meneteskan air mata karena melihat nenek yang renta, buta huruf dan tidak bisa bahasa Indonesia harus berhadapan dengan hukum. MBL akhirnya tidak memenjarakan Nenek Minah dan memberikan vonis percobaan kepada Nenek Minah.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesederhanaan dan nyentriknya MBL bisa terlihat dari hidupnya sehari-hari. Hakim yang kini bertugas di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang itu memilih ke mana-mana naik sepeda dan hingga hari ini tidak memiliki kendaraan bermotor. Satu-satunya ia meninggalkan sepeda onthel saat bertugas di Jayapura karena rumah dinas dan kantornya masih satu komplek. Untuk bepergian sehari-hari, MBL memilih naik kendaraan umum.
"Contoh yang ditanyakan (MBL-red) mempunyai rentang waktu 2 tahunan dari milai seleksi sebelumnya dengan hari ini, tentu itu sangat signifikan," ucap Farid.
Dalam proses voting di Komisi III DPR pada 2014 itu, MBL hanya mendapat 13 suara dari total 50 anggota Komisi III yang memilih. Setelah itu, MBL mencoba mendaftar hakim konstitusi pada 2015 tetapi MA mencoretnya karena MBL belum bergelar doktor.
Baca: DPR Tetapkan 4 Hakim Agung Baru, Hakim 'Nenek Minah' Gagal
Kini, MBL harus bersaing dengan 20 nama lainnya seperti Sekretaris Jamwas, Jasman Panjaitan, hakim tinggi Pengadilan Tinggi Jakarta Kresna Menon, Kepala Rutan Bantul Syahrial Yuska, pengacara Tommy Sihotang, guru besar Universitas Jember Prof Dr Arief Amrullah, hakim tinggi pada Mahkamah Agung, Martini Marja hingga notaris I Made Hendra Kusuma. (asp/nrl)












































