Transportasi berbasis aplikasi online menjadi polemik karena dinilai ilegal serta tak punya izin perusahaan. Namun, keberadaan transportasi aplikasi seperti Uber dan GrabCar dibutuhkan masyarakat karena harga yang murah dan efisiensi dalam pelayanan.
Murahnya tarif ini diproses transportasi konvensional atau reguler yang berujung aksi mogok pada Selasa, 22 Maret lalu. Sekjen Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama (Koperasi Trans UB), Musa Emyus, angkat bicara tentang murahnya tarif ini.
"Ini kan karena fluktuasi pasar. Kalau tarif dasar memang rendah, tapi kalau permintaan tinggi maka otomatis harga tinggi karena ketika permintaan tinggi ke harga ramai. Seperti di Singapura ada harga ramai. Ketika ramai, maka permintaan meningkat. Sistem seperti ini harusnya kita adopsi," ujar Musa dalam acara diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (26/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya bagusnya untuk efisiensi sistem mangkal, rezim pangkalan bisa dihapus. Saya tahu karena pernah di taksi meter," tutur Musa.
Semestinya, lanjut Musa, mekanisme dengan sistem antrean bisa diterapkan dalam transportasi konvensional sehingga berlaku adil. Menurutnya, pusat perbelanjaan seperti mal bisa menyediakan tempat untuk taksi konvensional.
"Ini kan sudah ada, tapi tempat seperti mal ya sebaiknya terapin sistem antrean, siapa yang keluar duluan, first in first out. Harusnya disediakan. Mestinya seperti itu kan. Kalau bisa, akan ada tarif lebih murah," tuturnya. (hty/dhn)











































