"Soal aplikasi asing, seharusnya bangsa kita bisa bikin sendiri dong. Di Tiongkok juga bikin sendiri," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Aplikasi taksi daring yang selama ini ada dan akhirnya menjadi kontroversi adalah Uber Taxi dan GrabCar. Ahok menyebut keutungan perusahaan aplikasi taksi daring dibawa ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, itu tidak apa-apa. Realitas ekonomi global memang membolehkan bisnis transnasional semacam itu. Toh bila ada aplikasi bikinan anak Indonesia yang laku, maka orang luar negeri juga bisa membelinya.
"Orang kita gunakan aplikasi mau dibeli jutaan dolar dari negara lain. Masa kita melarang anak muda kita menjual sahamnya?" kata Ahok.
Yang terpenting, perusahaan aplikasi semacam itu membayar pajak ke negara. Maka kesimpulannya, aplikasi taksi daring tersebut tak perlu dihapus pemakaiannya di Indonesia.
"Kalau anda bilang tutup online, anda mau pindah ke zaman batu?" kata Ahok.
Masalah bukan hanya soal aplikasi itu sendiri, ada pula soal perbedaan harga antara taksi konvensional yang tarifnya lebih tinggi dibanding Uber Taxi atau GrabCar. Ahok menyadari, kewajiban yang harus dibayar taksi konvensional memang menyebabkan tarif taksi konvensional lebih tinggi. Maka perlu pengaturan yang lebih adil soal hal ini.
"Maka solusinya adalah keadilan, bukan masalah bela-membela," kata dia. (dnu/hri)











































