Misalnya, kata Uun, ditemukan pendamping dana desa di Jawa Barat yang hanya berpendidikan SLTA.
"Adanya pendamping yang tak memenuhi persyaratan dasar. Tak lulus seleksi, ada syarat pendamping profesional itu S1 dengan pengalaman 4 tahun. Tapi, di Jawa Barat, ada orang yang berijazah SLTA. Ini bukan opini, ini bukti fakta," kata Uun di gedung K2, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami yang punya pengalaman bertahun-tahun dikalahkan sama orang baru. Sementara ini program baru yang diperlukan pengalaman untuk pengawasan," tuturnya.
![]() Hardani Triyoga/detikcom |
Uun menegaskan seandainya proses rekrutmen dilakukan terbuka, maka pendamping dana desa dari eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) bisa unggul jauh dari orang baru.
"Kalau dilakukan terbuka, kawan-kawan ini bisa mengungguli jauh. Di antara kami ini banyak yang punya kriteria. Maka harus sesuai dengan pelaksanaan undang-undang. Harus ada tes ulang," sebutnya.
Sebagai legislatif, DPR diminta bisa aktif memperjuangkan aspirasi pendamping dana desa yang didiskriminasi. Perlu transparansi dalam proses pengawasan pembangunan desa. Ini menyesuaikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa.
"Kalau desa transparan maka negara transparan. Kalau desa kuat negara kuat. Maka DPR harus ikut berjuang bersama kami," tutur Uun yang mewakili 400 rekannya.
Adapun anggota DPR dari Komisi II Diah Pitaloka mengatakan akan memperjuangkan aspirasi pendamping dana desa dalam forum rapat dengan pemerintah. Mengacu cerita pendamping dana desa eks PNPM, dapat diketahui ada proses rekrutmen yang tak transparan.
"Kami akan sampaikan di rapat. Misalnya dengan Mendagri di Komisi II. Upayakan juga rekan fraksi kami akan berjuang di Komisi V," tutur Diah.
(hty/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini