![]() |
Nur (38), pemilik warung di daerah kumuh itu, bersedia direlokasi ke ke rusun. Dia sudah mengetahui rencana penertiban bulan depan.
"Saya mau ngurus-ngurus surat buat pindah ke rusun," kata Nur ketika ditemui detikcom di rumahnya, Jumat (18/3/2016).
Rumah Nur yang menjual barang-barang (Bisma/detikcom) |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanah ini punya pemda, ini ilegal. Saya listriknya ambil dari gardu PLN tapi tetap bayar Rp 50 ribu tiap bulannya ke oknum. Kalau buat air bayar Rp 50 ribu per bulan, ke pihak yang mengelola," tutur Nur yang tinggal bersama suaminya yang bekerja sebagai pemulung ini.
Bisma/detikcom |
Lain Nur, lain Qodri (65). Qodri belum tahu akan pindah ke mana. Apalagi dia tidak memiliki KTP DKI.
"Saya KTP-nya Cirebon," kata Qodri yang tinggal sendiri di rumah bedengnya sejak tahun 1990.
Selama tinggal di sana, Qodri sudah 4 kali mendengar isu penggusuran tersebut. Namun rencana tersebut baru didengarnya lagi terakhir ini.
Gang sempit (Bisma/detikcom) |
Menurut staf TPU Menteng Pulo, Sukamto, bangunan seadanya di lahan itu tercatat sebanyak 225 pintu dari rumah, kamar mandi, warung, kandang kambing, kandang ayam serta posko ormas.
Sukamto mengatakan, lahan yang dijadikan permukiman di sekitar TPU Menteng Pulo akan difungsikan kembali menjadi tanah lapang. Pihaknya sudah melakukan sosialisasi sekaligus pendataan.
"Warga harus pindah dari situ karena itu kan tanah Pemda. Terserah mau ke mana," ujar Sukamto yang ditemui di kantornya.
(nwy/nrl)













































Rumah Nur yang menjual barang-barang (Bisma/detikcom)
Bisma/detikcom
Gang sempit (Bisma/detikcom)