Aji terpaksa dipasung atas permintaan warga di rumahnya di Blok Rong,Β RT 005/RW 003, Desa Sekarmulya, Kecamatan Gabuswetan, Indramayu, karena kerap merusak rumah warga akibat jiwanya yang terganggu. Nyawa ayahnya bahkan melayang di tangannya karena penyakitnya itu.
Aji mulai menderita gangguan jiwa setelah ia lulus SMP. Saat itu diduga pemicu awal karena cinta yang bertepuk sebelah tangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak itu ia sudah sulit diajak berkomunikasi. Ia kerap melampiaskan kemarahannya pada ibu, Radep dan ayahnya, Tri Handoyo (72). Tak jarang, rumah tetangganya pun dirusak. Saat itu, untuk pertama kalinya ia dipasung namun berhasil melarikan diri dengan tangan terikat.
4 Bulan pergi tanpa kabar, Aji kembali ke rumahnya dan berangsur-angsur pulih. Ia tak lagi mengamuk dan memilih diam di rumah.
Namun, itu tak berlangsung lama. Anak pertama dari 3 bersaudara itu kembali kumat, dipasung, kabur dari rumah dan pulang kembali ke rumahnya. Terakhir, awal tahun 2016, ia kembali kumat bahkan tanpa sadar membunuh ayah kandungnya sendiri.
Saat itu, Aji kumat hingga merusak rumah tetangga dan membuat Tri Handoyo geram. Aji yang tak terima dimarahi lalu memukul tengkuk belakang ayahnya hingga sang ayah terluka. Handoyo dilarikan ke puskesmas dan dirawat di rumah selama beberapa minggu. Tetapi, Tuhan berkata lain, pada 24 Februari 2016, Handoyo mengembuskan napas terakhir.
Arief dan kakak keduanya yang tinggal di Jakarta untuk bekerja akhirnya pulang ke kampung saat pemakaman sang ayah. Kondisi Aji kala itu semakin tidak baik. Ia sibuk berbicara sendiri di dalam kamar dan tak memperdulikan proses pemakaman yang berlangsung.
"Mukanya kelihatan happy. Kita kasih tahu, dia sibuk ngobrol sendiri. Sudah tidak nyambung," ucap Arief.
Dulu Aji dikenal sebagai anak yang baik dan kerap membantu orang tua. Hubungannya dengan tetangga juga baik. Sayang, depresi parah membuat Aji berubah 100 persen. Ia bahkan pernah memukul perut ibunya, Radep, saat marah.
Kondisi Aji yang memprihatinkan membuat Radep berhenti dari pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga. Dia menetap di rumah semata untuk merawat anaknya yang terpaksa dipasung.
Radep bukan tak pernah mencoba mengobati anaknya. Ia pernah mengurus surat keterangan tidak mampu agar bisa membawa anaknya ke rumah sakit jiwa. Sayang, pengurusan ini terbentur birokrasi hingga akhirnya Aji harus kembali dirawat di rumah. Kini, setelah Radep memegang Kartu Indonesia Sehat (KIS), keluarga berharap pemerintah memudahkan pengobatan untuk Aji.
"Dengan segala keterbatasan ekonomi, saya harap keluarga ini bisa mendapatkan bantuan oleh pemerintah setempat," harap Arief.
(mnb/nrl)











































