Hal ini tidak lepas dari beragam faktor, salah satunya terbukanya peluang pengajuan peninjauan kembali (PK) bagi terpidana mati sebagai upaya hukum. Tak hanya itu, hubungan politik antar negara juga diyakini kuat menyumbang lamanya eksekusi mati para gembong narkoba.
"Adanya inkonsistensi dari negara terhadap implementasi kebijakan pelaksanaan hukuman mati, seperti pengaruh hubungan politik antar negara yang menolak sistem hukuman mati," ujar ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji saat dihubungi detikcom, Rabu (16/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada semacam eksepsionalitas pemindanaan dengan masa yang dikatakan 'percobaan' dalam kerangka clinical treatment dan tentunya ini berpengaruh pada asas peringanan pemindanaan bagi kepentingan terpidana," ucap mantan pimpinan KPK itu.
Hukuman mati sudah beberapa kali dijatuhkan oleh pengadilan negeri di Jakarta. Seperti pada 8 Maret 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menjatuhkan hukuman mati kepada WN Hong Kong, Cheng Tin Kei yang menjadi terdakwanya. Cheng dihukum mati dengan bukti 360 Kg sabu.
Pada Senin (15/3) kemarin, giliran Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati kepada WN Nigeria, Eze Chebastine Chibuaze alias Moris. Ia bersama rekannya yang dihukum seumur hidup, Debora, menyelundupkan sabu seberat 27 Kg.
Adapun di tingkat Mahkamah Agung (MA), sedikitnya para hakim agung telah menjatuhkan hukuman mati kepada 6 orang di tahun 2016, yakni:
1. Ramlan Siregar, kasus 25 Kg sabu dan 30 ribu butir ekstasi.
2. WN Nigeria, Simon, terpidana 20 tahun penjara tetapi masih mengontrol peredaran narkoba dari balik bui.
3. WN Taiwan, Chen Jia Wei, kasus impor 2 Kg sabu.
4. WN Taiwan, Lo Chin Chen, kasus impor 2 Kg sabu.
5. WN Taiwan, Wang Ang Kang, kasus impor 2 Kg sabu.
6. Amir, kasus 6 Kg sabu.
Daftar nama di atas menambah panjang daftar nama yang dihukum mati. Puluhan lainnya telah dihukum mati tapi dibiarkan hidup di penjara bertahun-tahun. Salah satu daftar terpidana mati yang belum dieksekusi adalah kelompok pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia yang berada di Tangerang. Polri lalu melakukan penggerebekan besar-besaran pada 11 November 2005 dan menyita berton-ton bahan pembuat ekstasi, 148 kilogram sabu, dan sejumlah mesin pembuat ekstasi. Presiden SBY kala itu langsung meninjau ke lokasi.
Komplotan 'Tangerang Nine' ini lalu diadili dan sembilan orang dijatuhi hukuman mati. Sembilan orang dijatuhi hukuman mati, yaitu:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
8. Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick
9. WN Prancis Serge Areski Atlaoui.
Benny yang juga Ketua 'Tangerang Nine' tidak kapok meski dihukum mati. Ia di LP Pasir Putih, Nusakambangan, kembali asyik mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.
Adapun Serge, sempat masuk daftar tereksekusi mati 2015 tetapi tiba-tiba dibatalkan dieksekusi mati oleh Jaksa Agung HM Prasetyo.
Gembong narkoba yang terus mengendalikan jaringannya salah satunya adalah Ratu Narkoba Ola. Perempuan asal Sukabumi ini awalnya dihukum mati tetapi dianulir oleh Presiden SBY. Ola kembali ditangkap BNN karena masih mengedarkan narkoba dari balik bui dan MA menjatuhkan hukuman mati untuk kedua kalinya pada akhir 2015 lalu. Hingga hari ini, Ola masih bernafas di dalam penjara LP Wanita Tangerang.
Dalam catatan BNN, ada 150 orang lebih terpidana mati di kasus narkoba. Beberapa di antaranya kembali mengedarkan narkoba dari balik penjara.Β
"Ya nanti kita lihat lah. Selama ini kita masih prioritaskan hal lain yang tentunya perlu diskalaprioritaskan, seperti perbaikan ekonomi," kata Jaksa Agung M Prasetyo pada Kamis (25/2) lalu. (aws/asp)











































