Menanti Langkah Jaksa Agung Setelah Ratusan Orang Dihukum Mati

Indonesia Darurat Narkoba

Menanti Langkah Jaksa Agung Setelah Ratusan Orang Dihukum Mati

Ayunda Windyastuti Savitri - detikNews
Rabu, 16 Mar 2016 11:43 WIB
Menanti Langkah Jaksa Agung Setelah Ratusan Orang Dihukum Mati
Ilustrasi (lamhot/detikcom)
Jakarta - Jaksa ramai-ramai menuntut mati para gembong narkoba. Tapi setelah tuntutan itu dikabulkan oleh hakim, jaksa malah 'ragu' melaksanakan tuntutannya. 

"Jadi pidana mati itu adalah bagian dari sistem peradilan pidana. Oleh karena itu dalam konteks peradilan, namanya pidana mati harus dieksekusi begitu putusan kecuali dia melakukan upaya hukum. Yang salah di Indonesia setiap putusan pidana mati kita ada toleransi menggunakan upaya hukum," ujar ahli hukum pidana Prof Dr Hibnu Nugroho saat dihubungi detikcom, Rabu (16/3/2016).

Guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu melihat tidak dilaksanakannya eksekusi mati itu sarat muatan politik. Selain itu, sistem peradilan di Indonesia masih memberi celah kepada para pengedar narkoba untuk mengajukan upaya hukum pasca vonis hukuman mati. Hibnu menegaskan ini sama saja mereka meragukan ketokan palu para 'wakil Tuhan'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini enggak jalan terlepas dari politik. Ini ada muatan politik, ketidakpercayaan peradilan kita. Di Indonesia, pidana mati menunggu sampai mengajukan upaya hukum biasa atau luar biasa. Artinya, kita ada keraguan terhadap putusan yang dijatuhkan sendiri. Nah, ini bahaya!" ucap Hibnu menegaskan.

Ibnu meminta kepada Prasetyo untuk bisa segera mengambil sikap. Presiden Joko Widodo pun perlu mengingatkan anak buahnya untuk segera melaksanakan hukuman mati yang sudah lama tertunda.

"Kembalikan eksekusi mati ke pidana Indonesia. Jangan sampai jadi beban presiden terkait hubungan antar negara. Presiden perlu mengingatkan," kata Ibnu.

"Kembalilah Jaksa Agung untuk kembali ke sistem pidana yang kita anut. Begitu putusan, segera eksekusi. Eksekusi tidak perlu kayak upacara dan infotainment, banyak drama," cetus Hibnu mengakhiri perbincangan.

Hukuman mati sudah beberapa kali dijatuhkan oleh pengadilan negeri di Jakarta. Seperti pada 8 Maret 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menjatuhkan hukuman mati kepada WN Hong Kong, Cheng Tin Kei yang menjadi terdakwanya. Cheng dihukum mati dengan bukti 360 Kg sabu.



Pada Senin (15/3) kemarin, giliran Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati kepada WN Nigeria, Eze Chebastine Chibuaze alias Moris. Ia bersama rekannya yang dihukum seumur hidup, Debora, menyelundupkan sabu seberat 27 Kg.

Adapun di tingkat Mahkamah Agung (MA), sedikitnya para hakim agung telah menjatuhkan hukuman mati kepada 6 orang di tahun 2016, yakni:

1. Ramlan Siregar, kasus 25 Kg sabu dan 30 ribu butir ekstasi.
2. WN Nigeria, Simon, terpidana 20 tahun penjara tetapi masih mengontrol peredaran narkoba dari balik bui.
3. WN Taiwan, Chen Jia Wei, kasus impor 2 Kg sabu.
4. WN Taiwan, Lo Chin Chen, kasus impor 2 Kg sabu.
5. WN Taiwan, Wang Ang Kang, kasus impor 2 Kg sabu.
6. Amir, kasus 6 Kg sabu.

Daftar nama di atas menambah panjang daftar nama yang dihukum mati. Puluhan lainnya telah dihukum mati tapi dibiarkan hidup di penjara bertahun-tahun. Salah satu daftar terpidana mati yang belum dieksekusi adalah kelompok pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia yang berada di Tangerang. Polri lalu melakukan penggerebekan besar-besaran pada 11 November 2005 dan menyita berton-ton bahan pembuat ekstasi, 148 kilogram sabu, dan sejumlah mesin pembuat ekstasi. Presiden SBY kala itu langsung meninjau ke lokasi.

Komplotan 'Tangerang Nine' ini lalu diadili dan sembilan orang dijatuhi hukuman mati. Sembilan orang dijatuhi hukuman mati, yaitu:

1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
8. Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick
9. WN Prancis Serge Areski Atlaoui.

Benny yang juga Ketua 'Tangerang Nine' tidak kapok meski dihukum mati. Ia di LP Pasir Putih, Nusakambangan, kembali asyik mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.

Adapun Serge, sempat masuk daftar tereksekusi mati 2015 tetapi tiba-tiba dibatalkan dieksekusi mati oleh Jaksa Agung HM Prasetyo.

Gembong narkoba yang terus mengendalikan jaringannya salah satunya adalah Ratu Narkoba Ola. Perempuan asal Sukabumi ini awalnya dihukum mati tetapi dianulir oleh Presiden SBY. Ola kembali ditangkap BNN karena masih mengedarkan narkoba dari balik bui dan MA menjatuhkan hukuman mati untuk kedua kalinya pada akhir 2015 lalu. Hingga hari ini, Ola masih bernafas di dalam penjara LP Wanita Tangerang.

Dalam catatan BNN, ada 150 orang lebih terpidana mati di kasus narkoba. Beberapa di antaranya kembali mengedarkan narkoba dari balik penjara. 

"Ya nanti kita lihat lah. Selama ini kita masih prioritaskan hal lain yang tentunya perlu diskalaprioritaskan, seperti perbaikan ekonomi," kata Jaksa Agung M Prasetyo pada Kamis (25/2) lalu. (aws/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads