"Sejak awal sudah dilihat, tidak hanya kesehatan fisik, tapi mentalnya juga dengan pemeriksaan psikologi," kata Tampi saat menggelar jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/3/2016).
Namun dalam perkembangan dan perjalanan tugasnya, lanjutnya, banyak faktor yang menyebabkan anggota polisi melakukan tindakan kekerasan, salah satunya faktor ekonomi dan tekanan-tekanan yang membuat situasi dalam keluarga tidak nyaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, Arthur menuturkan adanya keterbatasan anggaran sehingga pemeriksaan secara berkala hanya mampu dilakukan terhadap 35% dari 452 ribu jumlah anggota polisi.
"Ke depan kita berharap kita mendapat cukup anggaran untuk dilakukan pemeriksaan secara berkala. Karena ketika telah menjadi anggota Polri, pemeriksaan baru dilakukan saat dia mau melaksanakan pendidikan. Kalau dia tidak dapat bagian dalam pemeriksaan berkala, maka ada sekian tahun kita tidak bisa pantau perkembangan kesehatan dan psikologisnya," sambungnya.
Sebagai salah satu solusi, lanjut Arthur, diharapkan ada kepedulian dari rekan kerja, mulai dari Kanit, Kasat, Kapolres, Kapolsek untuk melihat perubahan perilaku rekan atau anak buahnya.
"Itu adalah salah satu cara deteksi dini untuk selanjutnya kita lakukan pemeriksaan yang lebih baik, dan membantu, mengobati dari kacamata psikologis," ucapnya.
"Masih ada keterbatasan setiap anggota yang sudah sekian lama bertugas di lapangan. Kecuali anggota ikut seleksi pendidikan. Baru di sana kita bisa update data kesehatannya," tutupnya. (idh/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini