Kasus itu bermula dari fakta bahwa Indonesia membutuhkan peningkatan pilot secara nasional sehingga dibutuhkan pesawat latih baru. Terlebih saat ini banyak pilot asing yang masuk ke dalam perusahaan-perusahaan penerbangan di Indonesia.
Hal itu membuat STPI membutuhkan alat bantu mengajar berupa pesawat latih jenis fixed wing Pipier Warior III sebanyak 18 unit dan simulator sebanyak 2 unit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan di sana-sini sehingga jaksa menyelidiki proyek tender itu. Jaksa lalu mendudukan Arwan dan Bayu ke kursi pesakitan.
Pada Desember 2015, Pengadilan Tipikor Serang menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara kepada Arwan. Tuntutan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Kejaksaan Agung yang meminta Arwan dihukum 4 tahun penjara. Jaksa tidak terima dengan vonis itu dan mengajukan banding.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs Arwan Aruchyat tersebut dengan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," putus PT Banten sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (14/3/2016).
Vonis ini diketok oleh hakim tinggi Widiono, Guntur Purwanto Joko Lelono dan Hariri. Di kasus ini, Bayu yang juga Direktur PT Pacific Putra Metropolitan (PT PPM) dihukum lebih berat yaitu 5 tahun penjara.
Selain itu, harta Bayu sebesar Rp 19 miliar dirampas negara untuk menutupi uang yang dikorupsi. Apabila hasil lelang hartanya masih kurang, maka diganti dengan pidana 1 tahun penjara. (asp/fdn)











































