Keluarga SBY akan Terbitkan Memoar Tentang Sarwo Edhie

Keluarga SBY akan Terbitkan Memoar Tentang Sarwo Edhie

Elza Astari Retaduari - detikNews
Sabtu, 12 Mar 2016 04:24 WIB
SBY saat ziarah (Foto: Elza Astari Retaduari/detikcom)
Purworejo - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyempatkan ziarah ke makam almarhum mertuanya, Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo. Ia mengatakan, keluarganya tengah menyusun buku memoar tentang ayah dari istrinya, Ani Yudhoyono, itu.

Kedatangan Ketum Partai Demokrat (PD) tersebut di Purworejo, Jawa Tengah, dalam rangka Tour de Java, memang diagendakan sekaligus untuk menyekar Sarwo Edhie yang dimakamkan di kabupaten itu. Ia pun berziarah bersama Ibu Ani dan putera keduanya, Edhie Baskoro (Ibas), dan putera Sarwo lainnya, Pramono Edhie. Jajaran fungsionaris PD pun turut mendampingi.

"Almarhum bercita-cita ingin menulis memoar tentang perang gerilya dan Palagan Ambarawa saat masih menjadi kapten. Pertempuran Ambarawa diabadikan sebagai Hari Juang Kartika, atau Hari Juang Angkatan Darat," ungkap SBY di Purworejo, Jumat (11/3/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disebutkan SBY, dalam pertempuran itu Sarwo Edhie berperang melawan Belanda bersama sejumlah tokoh-tokoh besar lainnya. Seperti Jenderal Sudirman dan Letkol Ahmad Yani.

"Kemudian almarhum semasa hidupnya beliau ingin menulis memoar Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, yang ikut berjuang untuk mempertahankan Indonesia setelah merdeka. Almarhum juga ingin menulis memoar Jenderal Sarwo Edhie," jelas SBY.

Namun sayangnya, sebelum Sarwo Edhie sempat mewujudkan harapannya, mantan Gubernur Akmil itu telah terlebih dahulu dipanggil Tuhan. SBY bersama keluarganya pun kini berusaha mengumpulkan tulisan-tulisan milik Sarwo.

"Sebagian dapat kami selamatkan, mudah-mudahan nanti akan menjadi sebuah biografi Sarwo Edhie Wibowo yang sebenar-benarnya karena banyak cerita di luar yang tidak benar. Itu mempermainkan sejarah. mempermainkan kebenaran sama saja mempermainkan Tuhan. Kami sedang menyusun buku yang lebih akurat, berimbang, dan logis. Itulah sejarah," ujarnya.

Prasasti di makam Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Elza/detikcom)

Memang ada sejumlah isu miring terkait Sarwo Edhie. Beberapa pihak menilai Sarwo bertanggung jawab terhadap pembantaian kelompok PKI pasca terjadinya peristiwa G30S yang menewaskan sejumlah perwira termasuk Ahmad Yani. Saat itu Sarwo merupakan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), atau yang kini dikenal dengan Kopassus.

SBY bersama keluarga pun lalu berusaha mengumpulkan fakta-fakta sejarah. Hingga menurutnya terdapat bukti-bukti bahwa tindakan Sarwo pada tahun 1965 dan 1966 adalah untuk menyelamatkan negara. Pasalnya kala itu ada beberapa perwira atau anggota TNI yang membelot dengan bergabung bersama kelompok pemberontak.

"Kami telusuri. Seorang Sarwo Edhie Wibowo itu melaksanakan tugas negara sebagai mana tugas prajurit yaitu menyelamatkan RI. Itu titik. Di situ bersama pasukannya, ada komandannya. Itu untuk mencegah TNI terpecah. Karena pada saat itu TNI ada yang pro bergabung pada kelompok yang ingin memecahkan negara," jelas SBY.

"Saat konflik horizontal justru almarhum yang mengingatkan masyarakat bahwa ada yang melaksanakan upaya memecahkan TNI. Makanya dikejar, ditarik kembali supaya kembali ke negara. Sambil mengingatkan masyarakat agar tidak ada dampak horizontal. Tapi ditulisnya berbeda," sambung bapak dua anak ini.

SBY sendiri merupakan anak didik Sarwo di Akabri (kini Akmil) dan memiliki kesan tersendiri terhadap mentornya itu. Bukan hanya SBY, namun sejumlah perwira lain satu angkatannya disebut cukup dekat Sarwo.

"Banyak liku-liku perjalanan hidup, kalau hari ini di sini ada sejumlah alumnus Akabri. Ada Jenderal Partoyo, Jenderal Cornel simbolon, Laksamana Fajar. Bertiga mereka  angkatan 73 sama dengan saya. Kami berempat diasuh oleh almarhum Sarwo Edhie," ujar SBY.

Ada beberapa pesan atau didikan Sarwo yang masih diingat SBY. Terutama tentang nilai-nilai keprajuritan, keperwiraan, kepejuangan, teguh pada pendirian yang selalu diajarkan kepada murid-muridnya termasuk mereka berempat.

Kemudian SBY bercerita, menjelang peristiwa Malapetaka Limabelas Maret (Malari) 1984, Sarwo sempat didatangi oleh beberapa tokoh politik jenderal purnawirawan. Sarwo yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Akmil dibujuk untuk ikut bergabung melakukan gerakan politik.

"Beliau menolak dengan halus, tidak mau. Ada sebagian yang tidak puas dengan pemerintahan Pak Harto. Kemudian kami di Jakarta dipanggil. Beliau bilang, 'saya itu mendirikan negara, jadi kalau ada yang tidak puas dengan pemimpin negara jangan melakukan pembangkangan'. Beliau pesan lakukan koreksi dengan sikap-sikap ksatria," kisah SBY.

Ada hal yang berkesan lainnya yang dialami SBY. Saat itu ketika tengah mengikuti pendidikan di Seskoad, dia bersama Ibu Ani mendapat giliran menjaga Sarwo yang terbaring sakit tidak bisa bangun di rumah sakit. Di tengah-tengah SBY sedang mengerjakan pekerjaannya sambil menjaga Sarwo, datanglah Jenderal A. Haris Nasution.

"Ditanya kami ini siapa. Ibu Ani bilang 'saya puteri ketiga. Lalu beliau tanya ke saya 'Kamu siapa?', saya jawab 'siap jenderal saya menantunya'. Beliau katakan mungkin semua tidak mencatat jasa ayahmu ini tapi percayalah Allah mencatat jasa ayahmu itu," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, SBY atas nama keluarga meminta maaf jika pada masa kehidupan Sarwo, ada sesuatu yang kurang berkenan dari almarhum. Di kompleks pemakaman Sarwo terdapat sebuah prasasti yang dibuatnya saat masih menjabat sebagai Gubernur Akmil.

Pada prasasti batu itu tertera tulisan 'Masa depan yang gemilang meskipun penuh tantangan adalah di atas pundakmu dan menunggu dharma bhaktimu'. Terlihat keterangan lokasi dan tanggal dibuatnya prasasti yakni 10 November 1973 dengan tanda tangan dan nama lengkap Sarwo.

"Itu prasasti yang disumbang oleh alumni 1973. Itu saat 25 tahun reuni angkatan kita. Pada '98 saat krisis kami bertemu di Magelang dan kami datang ke sini untuk membuat prasasti ini sebagai penghormatan kami," terang SBY.

Sementara itu sang puteri Sarwo, Ani Yudhoyono, berharap agar memoar tentang ayahnya bisa segera diterbitkan. Ia pun mengaku menjadi salah satu penulis dari buku biografi tentang Sarwo.

"Semoga memoarnya bisa segera terbit. Saya juga menulis bersama penulis-penulis lainnya. Mudah-mudahan dapat membuka kebenaran. Ini demi meneruskan apa yang diinginkan oleh ayahanda," imbuh Ani. (ear/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads