Guru SD Cabuli Siswinya, MA Ubah Hukuman dari 10 Tahun Jadi 5 Tahun Bui

Guru SD Cabuli Siswinya, MA Ubah Hukuman dari 10 Tahun Jadi 5 Tahun Bui

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 09 Mar 2016 16:55 WIB
Ilustrasi (ari/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman guru olah raga di Samarinda, Kalimantan Timur, Armiady dari 10 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. MA menilai hukuman 10 tahun penjara terlalu berat.

Kasus bermula saat guru olah raga itu mengajari siswinya berenang pada 2014. Pria kelahiran 7 Agustus 1962 itu ternyata memanfaatkan aktivitas itu untuk mencabuli siswi-siswinya. 

Selain itu, Armiady juga memanfaatkan ruang UKS untuk mencabuli siswinya. Korbannya tidak hanya satu siswi, sedikitnya yang berani bersaksi ada tiga orang. Kasus ini mulai terungkap saat salah satu siswi melaporkan perbuatan itu ke orang tuanya. Armiady lalu diproses secara hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 8 Oktober 2014, Armiady dituntut jaksa untuk dihukum 14 tahun penjara. Atas tuntutan ini, pada 28 Oktober 2014 Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Armiady. 

Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda dua bulan setelahnya. Merasa hukumannya terlalu berat, Armiady mengajukan permohonan kasasi meminta hukumannya diperingan.

Gayung bersambut, MA mengamini permohonan itu. Menurut MA, judex Facti (PN Samarinda dan PT Samarinda) sudah tepat dan benar dalam menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2004.

"Namun sepanjang mengenai penjatuhan pidana penjara bagi terdakwa, judex facti telah melakukan suatu disparitas pemidanaan dan perlakukan diskriminatif bagi terdakwa sehingga melahirkan ketidakadilan," demikian putus majelis sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (9/3/2016).

Dalam menjatuhkan pidana seharusnya dibutuhkan standar penilaian yang jelas dan bersifat objektif, jujur dan proporsional serta adil. 

"Artinya jangan sampai terjadi perkara pencabulan dan persetubuhan ddihukum tidak menggunakan standar yang jelas sehingga seringkali ditemukan perkara persetubuhan dihukum lebih ringan dari perkara pencabulan, seperti halnya dalam perkara a quo," ucap majelis yang diketuai hakim agung Prof Dr Surya Jaya itu.

Menurut majelis, tidak terdapat alasan yang objektif dan mendasar selain kedudukan Armiady sebagai pendidik atau guru olah raga yang dapat dijadikan alasan yang mendasar untuk menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun. 

"Perbuatan terdakwa yang hanya mengelus-elus dan meraba-raba, (apakah) pantas untuk dijatuhi pidana selama 10 tahun?" kata majelis sambil merujuk pada hasil visum yang tidak ditemukan kekerasan dan selaput dara korban tetap utuh.

Menjatuhkan pidana yang tidak sesuai kadar pemidanaan sesuai tingkat kesalahan dan perbuatan dapat menimbulkan ketidakadilan. Menurut majelis, perbuatan Armiady adalah perbuatan tercela dan harus dipidana.

"Tetapi pidana yang lebih dan proporsional, objektif bersadar pada keadaan atau hal-hal yang memberatkan dan meringankan," kata majelis yang beranggotakan hakim agung Syarifuddin dan hakim agung Desnayeti.

Majelis tingkat pertama seharusnya menyelami lebih dalam mengapa Armiady melakukan hal itu apakah Armiady melakukannya demi kepuasan seksualitas pribadi. Selain itu, seharusnya majelis PN Samarinda memanggil ahli untuk memeriksa secara psikis dan seksualitas Armiady mengapa ia melakukan hal itu. Apakah karena kelaianan seksualitas atau karena suatu penyakit.

"Seringkali kita temukan seorang melakukan perbuatan melanggar hukum atau menyimpang dari norma seperti yang dilakukan terdakwa karena suatu dorongan kelainan seks," ujar majelis dengan suara bulat.

Dengan argumen di atas, maka majelis kasasi menilai jika Armiady haruslah dihukum secara adil dan proporsional yang tidak menimbulkan disparitas dan perlakuan diskriminatif.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun," putus majelis pada 5 Mei 2015. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads