Baca: Saksi Sebut Dishut Pelalawan Dapat Proyek Land Clearing dari PT LIH
PT LIH membantah keterangan saksi dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Selasa (2/3/2016). Berikut penjelasan lengkap PT LIH:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuasa hukum PT LIH, Hendry Muliana Hendrawan mengatakan, dalam persidangan di PN Pelalawan, Selasa kemarin, Direktur CV Mentari Raya Hasri Bin Ahmad Danil yang menjadi saksi, tidak pernah mengatakan dia mendapat proyek pembersihan lahan dari oknum Dishut Pelalawan, melainkan hanya menerima informasi mengenai adanya rencana LIH yang akan membuka lahannya di Gondai.
Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan antara saksi dengan LIH mengenai mekanisme pemanfaatan kayu dan sama sekali tidak melibatkan Dishut Pelalawan dalam proses negosiasi pembuatan perjanjian antara CV Mentari Raya dan LIH.
"Tidak pernah ada pernyataan dari saksi maupun pertanyaan dari jaksa yang bilang bahwa Dishut Pelalawan mendapatkan proyek dari LIH di tahun 2012. Informasi ini sangat tidak akurat, menyesatkan dan tidak pernah ada dalam persidangan. Seluruh keterangan saksi selama persidangan direkam dan bisa diverifikasi kebenarannya. Keterangan saksi ini justru membuktikan bahwa LIH tidakΒ melakukan pembakaran dalam proses pembukaan lahan sejak 2012 sampai 2015," jelas Hendry.
CV Mentari Raya merupakan kontraktor pemanfaatan kayu di lahan Gondai yang pada saat lahan dibuka di tahun 2012 terdapat tegakan kayu alam yang harus dimanfaatkan. Hal tersebut diatur dalam dalam peraturan pemanfaatan kayu.
Hendry menambahkan, selama bekerja pada periode 2012-April 2015, saksi dari Mentari juga menyampaikan bahwa dilahan LIH di Gondai tidak pernah sekalipun terjadi kebakaran dan bahkan dia diingatkan selalu oleh LIH untuk tidak boleh melakukan pembakaran dan mewaspadai potensi kebakaran.
Persidangan pada Selasa kemarin juga menghadirkan Slamet Riyadi dari BMKG sebagai saksi. Dalam keterangannya saksi Slamet mengklarifikasi keterangan mengenai data hotspot di BAP yang tercatat tanggal 27 Juli 2015. Saksi ini memberikan kesaksian bahwa data tersebut merupakan data yang dipublikasikan di website BMKG pada tanggal 28 Juli pukul 04.00 WIB, karena BMKG baru mendapat data dari satelit aqua untuk periode pengamatan pukulΒ 22.00 Wib tanggal 27 Juli 2015 sampai dengan pukul 03.00 Wib tanggal 28 Juli 2015. Sementara kebakaran terjadi pada sekitar pukul 16.00 Wib tanggal 27 Juli 2015.
"Titik hotspot adalah titik panas yang harus diverifikasi ke lapangan untuk mengecek apakah itu titik api atau bukan," ungkap Hendry.
Keterangan dari BMKG tersebut sejalan dengan fakta yang disampaikan oleh beberapa saksi sebelumnya. Dimana pada tanggal 27 Juli 2015 sekitar pukul 16.00 Wib titik api mulai muncul dari luar lahan PT LIH dan kemudian masuk ke areal perkebunan perusahaan. Untuk melakukan pemadaman, LIH bekerja nonstop selama 24 jam dengan menggunakan standar peralatan yang dimiliki yaitu 2 unit Max3, 1 unit Tohatsu dan 13 unit alkon beserta selang penyedot dan selang penyemprot.
Senior Community Development PT LIH, Lagiman menyatakan, lahan sawit LIH mengalami kebakaran pada 27 Juli dan sudah padam pada 31 Juli 2015. Akibat kebakaran tersebut lebih dari 200 hektar lahan sawit yang telah berusia 1-2 tahun dan siap berproduksi ikut terbakar.
"Sesungguhnya kami juga menjadi korban dari kebakaran ini. Menjadi sangat tidak masuk akal bila kami membakar lahan sendiri dengan investasi yang sangat besar tersebut," katanya."
Lagiman bilang, sebagai perusahaan nasional, LIH selalu taat dan patuh terhadap regulasi yang berlaku. LIH juga memiliki standar prosedur operasi dalam pengelolaan lahan yang telah sesuai standar regulasi pemerintah. "Kami secara ketat menerapkan kebijakan zero burning seperti yang ditetapkan oleh buyer global kami. Membakar lahan sendiri sama artinya membunuh bisnis kami, itu sangat tidak mungkin," tandasnya. (try/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini