Pasal yang membolehkan pembakaran hutan itu adalah pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi, pasal itu dijadikan tameng oleh para pembakar hutan.
"Oleh karena itu pasal ini sebaiknya dihapus melalui mekanisme melakukan revisi undang-undnag melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas), atau melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), atau yang paling cepat melalui Perppu," ujar Viva Yoga di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kearifan lokal yang dimaksud adalah melakukan pembakaran hutan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya," tutur Viva membacakan bunyi pasal 69 UU Lingkungan Hidup.
"Ini yang harus menjadi acuan untuk bersikap," imbuhnya.
Kemudian, dia juga menyinggung instruksi Presiden Joko Widodo terkait satu kebijakan dalam penanganan kebakaran lahan dan hutan. Pentingnya penanganan ini agar bisa menata kawasan konservasi lahan gambut supaya tak menjadi ancaman bangsa Indonesia.
"Potensi terjadinya tragedi kemanusiaan masih menjadi ancaman bangsa Indonesia. Makanya seluruh stakeholder harus bersatu mencegah agar karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tidak terulang lagi. Karena kebakaran akan memusnahkan flora fauna Indonesia, termasuk orangutan," katanya. (hty/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini