"Saya kira semua itu dibayar. Saya tidak tahu itu. Karena itu dananya triliunan, mana mungkin dokter tidak dibayar," kata JK di kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (29/2/2016). Dia menjawab pertanyaan wartawan apakah pemerintah akan mengkaji untuk mereformasi JKN yang disebut berimbas pada penghasilan dokter.
"Bahwa pembayarannya memang tidak sebesar kalau praktik swasta, memang iya. Tapi ini kan dokter itu bekerja didik pertama kali untuk melayani dan tentu ada aspek sosialnya. Perjalannya nanti seperti itu tapi pasti," sambung JK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kami inginkan hanya reformasi, ini karena sudah 2 tahun berkaitan dengan JKN, BPJS dan malpraktik," jelas dr. Ronny A.A. Mawengkang, dokter senior asal Manado, mewakili rekan-rekannya, Senin (29/2/2016).
Ronny menjelaskan, bersama rekan-rekannya, dia melihat ada krisis dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
"Kesemrawutan ini bisa bikin konflik antara dokter-dokter dengan rumah sakit dan masyarakat. Padahal semua kan untuk kesejahteraan rakyat," tutur dia.
DIB ingin ada penyebaran dokter yang merata sebelum dilakukan pelayanan kesehatan. Selama ini kerap banyak pasien tidak tertangani karena adanya rujukan dari Puskesmas dengan fasilitas BPJS.
"Kami selalu dituntut maksimal tapi fasilitas minimal. Pasien yang membeludak karena rujukan dari puskesmas yang bikin kita harus ada tindakan dan tentu biaya juga jadi mahal," tutur Ronny.
Dalam siaran pers, DIB menyatakan berbagai keluhan dirasakan peserta maupun penyedia layanan kesehatan. Pemahaman masyarakat pada sistem asuransi JKN yang masih minim seringkali menimbulkan gesekan antara peserta dan penyedia layanan kesehatan. Di samping itu, peserta JKN terus bertambah namun tidak disertai dengan penambahan fasilitas dan jumlah tenaga kesehatan yang memadai sehingga daftar antrian menjadi panjang.
DIB menilai keberhasilan JKN menjadi tanggung jawab bersama, pemerintah diminta untuk fokus melakukan perbaikan dari hulu ke hilir. Persoalan anggaran, sarana-prasarana, serta bahan baku obat juga diperhatikan oleh DIB.
"Bahan baku obat yang masih mengandalkan impor dan pajak PPnBM alat kesehatan juga menjadi biang tingginya biaya layanan kesehatan. Oleh sebab itu pemerintah harus turut mendorong berkembangnya industri farmasi dalam negeri dan menghapus PPnBM alat kesehatan sebagai satu upaya mendukung suksesnya JKN," ungkap DIB.
"JKN juga harus dilepaskan dari kepentingan atau pencitraan politik penguasa yang hanya untuk menarik simpati rakyat melainkan kembali pada tujuan awal yaitu untuk menyehatkan seluruh rakyat Indonesia," imbuhnya. (hri/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini