Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memutuskan untuk meratakan wilayah Kalijodo. Ahok ingin merubah Kalijodo menjadi ruang terbuka hijau.
Perjalanan panjang Kalijodo pun harus berakhir hari ini. Kisah para pemadu kasih di wilayah di pinggir kali itu kini tinggal kisah lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak banyak memang literasi yang menjelaskan secara detail lahirnya Kalijodo. Hanya ada beberapa tulisan yang membahas tentang lokalisasi di Jakarta Utara ini. Salah satu buku yang membahas Kalijodo adalah buku 'Betawi Queen of the East'.
Nama Kalijodo disebut mulai menjadi buah bibir sekitar tahun 1600-an. Kala itu, ada suatu tempat yang dijadikan penduduk Batavia dari etnis Tionghoa untuk mencari gundik dari perempuan lokal. Karena tempatnya mencari istri itu ada di bantaran sungai maka daerahnya disebut Kalijodo.
Di tempat ini ada juga pekerja seks. Sejak itu lah tempat yang menjadi tempat favorit pria Tionghoa mencari perempuan lokal itu disebut Kalijodo yang kurang lebih bermakna, sungai tempat mencari jodoh.
Seiring waktu berlalu, Kalijodo semakin mahsyur namanya. Tempat yang berada tepat di pinggir sungai itu pun menjadi semakin ramai.
Memasuki tahun 1900, Kalijodo menjadi tempat hiburan malam yang kerap didatangi pria etnis Tionghoa dan para kuli pelabuhan Sunda Kelapa. Kalijodo mulai dikenal sebagai tempat hiburan golongan ekonomi rendah.
Geliat usaha prostitusi di Kalijodo pun semakin membesar. Namun, kala itu tidak ada kegiatan apapun di wilayah Kalijodo di kala siang. Kehidupan akan mulai terasa saat matahari sudah terbenam.
Hingga memasuki tahun 1930-an, Kalijodo berubah jadi lokasi pemancingan, tapi saat sore jadi tempat nongkrong dan pacaran muda-mudi sehingga muncul warung penjual makanan dan minuman. Di saat malam menjelang, para wanita penjaja cinta mulai bermunculan.
Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, sekitar tahun 1970, Jakarta memiliki lokalisasi pelacuran yang resmi, yakni Kramat Tunggak di Jakarta Utara. Ali Sadikin kala itu tidak mengizinkan ada lokalisasi lain di Jakarta Utara selain di Kramat Tunggak.
Namun, Kramat Tunggak nyatanya tidak bisa menampung semua pelaku bisnis prostitusi. Beberapa muncikari dan pekerja seks yang tidak bisa menjalankan usaha di Kramat Tunggak akhirnya memilih Kalijodo untuk menjalankan usaha. Kalijodo pun menjadi 'alternatif' tempat hiburan selain Kramat Tunggak.
Selain sebagai lokalisasi, Kalijodo juga berkembang menjadi tempat perjudian. Berbagai arena judi mulai tumbuh di Kalijodo. Jasa-jasa pengamanan pun mulai subur dan beberapa kelompok etnis menjadi 'penguasa' jasa pengamanan di Kalijodo.
Pada tahun 1999 Gubernur DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso mengambil sebuah keputusan yang teramat berani. Sutiyoso memerintahkan untuk menutup lokalisasi Kramat Tunggak. Penutupan Kramat Tunggak memang berhasil, namun efeknya, terjadi eksodus pekerja seks ke Kalijodo. Kalijodo pun semakin ramai.
Semakin ramainya Kalijodo berefek pada semakin besarnya perputaran uang. Prostitusi dan perjudian menjadi denyut nadi kehidupan di Kalijodo. Kelompok etnis yang bermain bisnis pengamanan pun semakin banyak.
Banyaknya kelompok etnis yang bermain di bisnis pengamanan di Kalijodo akhirnya berimbas besar. Tahun 2001, dua kelompok etnis di Kalijodo bentrok besar. Masyarakat Jakarta yang resah menuntut penutupan tempat itu. Lalu pada tahun 2003, tempat perjudian di Kalijodo dibongkar Polda Metro Jaya dan preman pelindungnya ditangkap. Namun setelahnya kafe-kade kembali buka di Kalijodo.
Perjudian memang bisa berangsur hilang di Kalijodo. Namun, setelah perjudian hilang, Kalijodo malah kembali ke awalnya, yakni tempat prostitusi. Kafe-kafe dan tempat hiburan lain semakin tumbuh seiring terus bertumbuhnya bisnis prostitusi, bisnis yang tidak pernah bisa dihilangkan dari Kalijodo.
Lebih dari 400 tahun menjadi tempat memadu kasih, Kalijodo hari ini, Senin (29/2/2016) harus menemui lembaran terakhirnya. Kisah gegap gempita di Kalijodo hanya akan tinggal menjadi catatan sejarah. Tidak akan ada lagi Kalijodo setelah ini.
Bantaran sungai tempat mencari cinta itu kini akan diratakan dengan tanah. Setelah itu, Kalijodo akan berubah menjadi taman hijau bagi warga.
Nama Kalijodo akan dihilangkan dari catatan Pemprov DKI. Walikota Jakarta Utara Rustam Effendi bahkan berujar akan mengganti nama Kalijodo menjadi Taman Pertaubatan.
Kalijodo yang sudah hidup selama 400 tahun kini telah tiada.
(Hbb/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini