"Ada tes psikologi untuk melihat ketangguhan, ketabahan, keuletan, kecermatan, kehati-hatian baik untuk tingkat bintara hingga perwira. Itu sekali saja pada saat masuk. Cuma masalahnya waktu tes itu bisa saja kemungkinan-kemungkinan nakal, main-main. Kadang-kadang ada yang kurang memenuhi syarat bisa diterima juga," jelas Bambang saat dihubungi Jumat (2/2/2016) malam.
Psikolog menurut Bambang punya peran penting untuk memberikan pendampingan. Hal ini penting agar polisi tidak memutuskan berbuat atau tidak berbuat sesuatu tanpa pertimbangan matang atau akal sehat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa adanya pendampingan oleh psikologi, personel Polri rentan terhadap kondisi stres karena pekerjaan berat yang diemban. "Kalau pimpinannya pejabat terasnya tidak memikirkan hal itu, guidance counseling tidak ada ya akan begini terus endingnya," katanya.
"Yang bikin stres polisi tugas-tugas polisi itu kan siang-malam , kalau di kepolisian itu 24 jam itu harus siap meskipun dia dibagi dalam 3 tahapan/shift kalau ada perintah mendadak itu harus siap. Pekerjaannya itu macam-macam itu problem keamanan, ketertiban, percekcokan. Kemudian pengendalian dari atasan bisa kurang efektif atau kurang tepat sehingga kadang ada yang kerja berat-berat terus, di sisi lain masalah pembinaan ada anak emas, anak tiri dan macam-macam problem terutama pembinaan personel," paparΒ Bambang.
Hadirnya seorang psikolog di Polres menurut dia sudah lebih dulu dilakukan di luar negeri. Sebab pembinaan personel tak bisa hanya diserahkan kepada orang yang bersangkutan.
"Tapi harus ada kendali-kendali selain dari atasan itu guidance counseling. Harusnya tiap polres itu ada 1 orang, di luar negeri pakai, di Malaysia ada, di Singapura ada itu tugasnya yang nggak begitu berat. Indonesia itu cukup berat beban pekerjaannnya, belum lagi persoalan pribadi dia." kata Bambang.
(fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini