Prasetyo: Salinan Putusan Terlambat Bikin Jaksa Kesulitan Eksekusi Koruptor

Prasetyo: Salinan Putusan Terlambat Bikin Jaksa Kesulitan Eksekusi Koruptor

Dhani Irawan - detikNews
Jumat, 26 Feb 2016 16:36 WIB
Jaksa Agung Prasetyo (Foto: Herianto Batubara/detikcom)
Jakarta - Proses pengiriman salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) ke Pengadilan Negeri menjadi celah bagi terpidana untuk 'bermain mata' dengan sejumlah pihak. Salinan putusan itu penting bagi jaksa penuntut umum (JPU) melakukan eksekusi terhadap terpidana.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai seharusnya MA memiliki waktu yang cukup dalam menyusun salinan putusan dalam acara pemeriksaan biasa. Terlambat diterimanya salinan putusan dikeluhkan Prasetyo lantaran membuat terpidana sudah melarikan diri.

"Selama ini memang seringkali diterima terlambat. Ini jadi masalah. Idealnya begitu diputuskan segera dikirimkan," kata Prasetyo saat berbincang dengan detikcom, Jumat (26/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prasetyo menyebut dalam acara pemeriksaan biasa terdapat cukup waktu lantaran persidangan berlangsung cukup lama. Berbeda dengan acara pemeriksaan singkat yang menurut Prasetyo bisa diputuskan dalam sekali sidang.

"Kalau singkat itu biasanya sidangnya sekali putus, sehingga untuk membuat salinan ada waktu. Tapi kalau pemeriksaan biasa itu puluhan kali baru diputus, ada pemeriksaan saksi, pemeriksaan terdakwa, ada pledoi, belum replik duplik. Itu kan ada tenggat waktu. Hakim ada waktu untuk menyusun putusan itu. Jadi seharusnya tidak ada alasan untuk terlambat," kata Prasetyo.

Berdasarkan data dari Kejaksaan Agung, hingga akhir 2015 terdapat 338 terpidana korupsi yang belum dieksekusi di seluruh Indonesia. Sebagai contoh, yaitu masih ada 47 terpidana yang belum dieksekusi di Jawa Timur, 28 terpidana di Lampung, 28 terpidana di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah 18 terpidana, dan 19 terpidana di DKI Jakarta.

Hal itu tentu menjadi masalah tersendiri bagi jaksa eksekutor. Prasetyo menyebut ada hambatan apabila salinan putusan terlambat diterima. Memang bisa saja dalam acara pemeriksaan biasa, jaksa eksekutor dapat bergerak dengan memegang petikan putusan. Namun, Prasetyo mengaku hal itu sering dipermasalahkan.

"Petikan seringkali dipermasalahkan. Ini para terpidana semakin pintar dan kritis. Banyak yang beranggapan itu salinan belum ada belum cukup. Harapan kita sebagai JPU itu begitu diputuskan ya salinan sudah ada," tegas Prasetyo.

Masalah tentang salinan putusan yang terlambat diterima jaksa memang menjadi polemik. Apalagi beberapa waktu lalu, KPK menangkap seorang pejabat MA yang ternyata kongkalikong dengan seorang terpidana untuk menunda salinan putusan agar tidak dapat dieksekusi.

Meski demikian, panitera MA Soeroso Ono menyebut bahwa proses penanganan perkara di MA sudah semakin bagus. Untuk masalah eksekusi pun, menurut Soeroso, jaksa cukup mengantongi petikan putusan sudah dapat melakukan eksekusi.

"Oh 1 x 24 jam sudah dipublikasikan, langsung diinfokan di website, silakan buka saja di website MA, lengkap kali di situ. Sekarang mungkin paling lengkap itu, enggak ada alasan ini itu. Yang bodoh itu yang ngasih duit (untuk bisa menunda pengiriman salinan putusan)," kata Soeroso di KPK usai menjalani pemeriksaan kasus suap yang melibatkan pejabat MA, beberapa waktu lalu. (dha/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads