"Penyelasaian perkara di Mahkamah Agung terlalu banyak liku-liku. Di setiap liku-liku ada oknum yang ingin mencari kesempatan untuk mengambil keuntungan," kata eks Ketua MA, Harifin Tumpa dalam diskusi di YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (21/2/2016).
Hingga saat ini permasalahan penyelesaian perkara di MA masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, MA sudah seharusnya merubah sistem dan menerapkan sistem IT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Praktiknya memang sudah memiliki sistem SIPP(Sistem Informasi Penelusuran Perkara)Β dan Info perkara. Namun salah satu masalahnya, info perkara yang dimuat seringkali tidak update," tambah dia.
Selain itu dari segi alur penanganan perkara yang terlalu berbelit-belit menjadi permasalahan. Hal itu bisa membuat celah-celah yang kemungkinan tindakan penyalagunaan perkara.
"Penanganan perkara di MA melewati kurang lebih 27 tahapan, sejak berkas diterima oleh Biro Umum sampai dikirim kembali ke pengadilan," tambah dia.
Dalam kesempatan itu, Harifin Tumpa yang menjabat sebagai Ketua MA periode 2009-2012 menyoroti lemahnya pola pengawasan di MA. Meskipun sudah memiliki SOP dalam penanganan perkara, nyatanya pengawasan di MA masih sangat lemah.
"Tidak ada pengawas khusus di badan pengawas terhadap yang terjadi di internal. Yang terjadi adalah pengawasan yang dilakukan atasan saja. Tidak ada pengawasan fungsional. Tidak ada badan yang khusus mengawasi Mahkamah Agung itu sendiri," tegas Harifin.
"Oleh karena itu sebaiknya ada pengawasan khusus internal bagi Mahkamah Agung. Kalau memang badan pengawas berfungsi untuk mengawasi pengadilan di seluruh Indonesia ini kurang tepat. Pengawas internal harus mengontrol SOP penanganan perkara berjalan dengan semestinya," tutur Harifin.
(Hbb/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini