Soal Revolusi Mental di Batang, Bupati Yoyok Cerita Imbauan Salat 5 Waktu

Soal Revolusi Mental di Batang, Bupati Yoyok Cerita Imbauan Salat 5 Waktu

Rina Atriana - detikNews
Jumat, 19 Feb 2016 17:07 WIB
Foto: Rina Atriana
Depok - Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo bicara soal revolusi mental di wilayahnya di Kampus UI, Depok. Yoyok menekankan soal revolusi budaya antikorupsi yang digagasnya di Batang.

Oleh karena waktu yang terbatas, Yoyok hanya bercerita sedikit mengenai apa yang telah diterapkan di kabupaten yang dekat dengan Kota Pekalongan itu. Salah satunya terkait pengeluaran surat edaran mengenai wajib salat 5 waktu.

"Saya mengeluarkan surat edaran mengenai wajib salat 5 waktu. Saya ingin masyarakat lebih efisien dalam bekerja," kata Yoyok dalam seminar 'Menjadi Pemimpin yang Berkarakter Melalui Revolusi Mental' di Gedung H Fakultas Psikologi UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadir dalam seminar adalah ratusan mahasiswa UI, Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan Bambang Wibawarta, Dekan Fakultas Psikologi Tjut Rifameutia Umar, Guru Besar Psikologi UI Hamdi Muluk, Bupati Batang Mayor Arh (Purn) Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, dan Bupati Wakatobi Hugua.

Yoyok bercerita, awal menjadi bupati dia tak tahu apa yang harus dilakukan. Maka dia pun menggandeng KPK, Ombudsman, ICW dan LSM-LSM lain untuk membantunya memimpin Batang.

"Dulu mereka saya beginikan (teropong), sekarang mereka menjadi teman-teman saya, mereka teman-teman yang luar biasa," ungkap mantan anggota BIN itu.

"Batang itu beda dengan daerah yang lain, daerah yang miskin, anggaran kita hanya Rp 280 miliar. Daerah lain bisa bangun bendungan, taman, dan sebagainya, karena uangnya ada, SDM-nya ada," jelasnya.

Sebelumnya dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (18/2) kemarin, Bupati Yoyok sudah menceritakan soal reformasi birokrasi antikorupsi yang sudah diterapkannya di Batang.

Yoyok menuturkan, awal mula menjabat, ada orang yang mengaku sebagai adik bupati meminta fee proyek kepada bawahannya. Yoyok berang, hingga akhirnya membuat surat edaran yang berisi larangan kepada seluruh dinas untuk tak menerima siapa pun yang mengaku atas nama bupati.

"Pokoknya kalau ada yang mengatasnamakan bupati, keluarga bupati, tim sukses, atau siapa pun yang mengatasnamakan saya meminta fee proyek agar tidak dilayani," tegas peraih Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) 2015 ini. Surat edaran itu diperintahkan Yoyok ditempel di meja kerja agar terbaca oleh seluruh tamu.

Yoyok juga bekerja sama dengan organisasi antikorupsi untuk membuat pakta integritas di seluruh kantor dinas. Khusus untuk lelang, siapa pun pemenang proyek, wajib 'dipertontonkan' ke masyarakat agar bertanggung jawab terhadap duit rakyat.

"Pada saat penyerahan Surat Perintah Kerja, ada wartawan, LSM. Intinya saya minta ke kontraktor agar jangan menyakiti rakyat Batang karena duitnya rakyat Batang," papar pria kelahiran 1972 ini.

Selama tiga tahun menjabat, mantan intel BIN tersebut sudah menerima sejumlah penghargaan, terutama yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan, reformasi birokrasi dan transparansi anggaran. Di antara penghargaan itu adalah: Bung Hatta Anti-Corruption Award Tahun 2015, Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2014 dengan predikat CC dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Penghargaan sebagai 10 besar terbaik kategori Kabupaten dengan Tingkat Kepatuhan terhadap Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dari Ombudsman Republik Indonesia, sampai penghargaan Adipura Tahun 2013 dan 2015.

Kalangan LSM antikorupsi berulang kali melontarkan pujian kepada Yoyok sebagai bupati antikorupsi. Lulusan Akmil tahun 1994 itu juga dikenal akrab dengan organisasi buruh dan tani. (rna/tor)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads