Selain membuat Roller mini dan berencana membuat Backhoe, Sariman yang tidak lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini juga sudah pernah merakit mesin motor Tiger untuk dijadikan kendaraan roda empat lengkap dengan gigi maju mundur untuk usaha temannya yang merupakan tukang sayur. Tak hanya itu saja, dia juga Kemudian membuat skuter dengan menggunakan dinamo bekas motor listrik, lalu adapula sepeda mesin rumput.
![]() |
"Saya suka barang bekas karena murah, saya buat sepeda itu dulu pakai mesin rumput, pernah ditawar Rp 1,5 juta tahun 2005 padahal modalnya cuma Rp 400 ribu, tapi tidak saya kasih, sekarang sepedanya sudah saya pretelin lagi, kalau slender sengaja saya gunakan untuk tambah-tambah penghasilan, sedangkan skuter saya pakai untuk ke masjid," ujar dia yang mengaku bandel hingga tidak lulus sekolah.
Meskipun tak lulus SMP, namun Sariman sempat mengikuti kursus elekronik, meskipun tidak sampai lulus. Latar belakang keahlian elektronik membuat dirinya sempat menjadi Soundman dalam setiap panggung musik dangdut di desanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Berani buka bengkel motor itu tahun 2006, awalnya belum pernah latihan, tapi saya punya adik dia yang kursus, kalau belajar saya otodidik, ketika dia (adik) pulang saya coba-coba bongkar sendiri, tapi saat dia kerja saya cuma liatin sama bantu kerjain lainnya," ujarnya.
Mulai dari menjadi Soundman, membuka bengkel sepeda dan membuka bengkel motor hingga melakukan inovasi-inovasi tak lepas dari doa kedua orang tuanya dan dukungan sang istri Romiyati.
"Selagi positif saya selalu mendukung, mulai buka bengkel mulai rancang ingin buat macem-macem sepeti buat skuter, slender, selalu bilang ke saya" timpal istrinya Rosmiyati.
Menurut Rosmiyati, keinginan Sariman setelah membuat slender yaitu ingin membuat Backhoe, selama mengerjakan rancangannya tersebut, dirimya juga tidak pernah mengeluh.
"Masih kumpulin barang-barang untuk buat Backhoe, dia (Sariman) tidak pernah ngeluh, tapi kadang kalau sedang lembur sampai malam atau sampai pagi saya sering mengingatkan untuk makan, karena kalau sudah kerja suka lupa makan paling sedia kopi," tutur Rosmiyati.
![]() |
Pengumpulan bahan dari barang bekas diakuinya tidak menggangu keuangan keluarga, karena rata-rata barang bekas sudah terlebih dahulu dikumpulkan sedikit-sedikit. Pencarian barang bekas yang dilakukan Sariman juga hingga ke kota dan pelosok desa.
"Sekarang kalau cari barang tidak pernah diajakin, repot. Dulu waktu anaknya baru Sati masih sering ikut, kadang belanja di Banjarasari, Banjarpatroman, kadang sampai Kroya, cari sparepart dan barang-barang bekas," ungkapnya. (arb/dra)