Gejog lesung sebenarnya tidak langsung terkait dengan gerhana. Kesenian tradisional dari Yogyakarta ini muncul sebagai ungkapan syukur atas melimpahnya panen padi. Sebelum lahirnya mesin penggiling padi, lesung dipakai buat memisahkan padi dari batangnya.
Namun ada kepercayaan di kalangan masyarakat Jawa pada zaman dulu bahwa gerhana matahari dan bulan terjadi karena ada raksasa Batara Kala yang memakan matahari. Manusia harus memukuli semua benda, termasuk lesung, agar Batara Kala memuntahkan lagi matahari. Gejog lesung juga dikaitkan dengan kepercayaan mengusir raksasa saat gerhana bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjelang gerhana, setiap malam ada pementasan di Kantor Gubernur DI Yogyakarta. Gejog lesung juga dijadikan kesenian penyambut penting yang datang ke komplek Kepatihan itu.
Dalam perkembangannya, gejog lesung dipadukan dengan alat musik modern, dibarengi nyanyian tembang-tembang Jawa, dan ditambah dengan tari-tarian. Bahkan kini di beberapa daerah di Yogyakarta ada pelatih khusus kesenian gejog lesung.
Seiring perkembangan teknologi lesung pun kian langka bahkan harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Karena itu gejog lesung pun lebih banyak dipentaskan kelompok kesenian tradisional di festival kesenian atau di desa wisata. Salah satunya di Dusun Duren Sawit di Desa Wisata Banjaroya, Yogyakarta. (okt/okt)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini