Salah seorang warga setempat, Sumiyati (54), menceritakan kisah anaknya yang bernama Sitri (39) yang mendirikan tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kalijodo. Jarak tempat tinggal mereka hanya 1 gang dengan kawasan lokalisasi prostitusi. Sejak 8 tahun yang lalu, Sitri bersama suaminya, Muslim, mendirikan PAUD agar anak-anak setempat mendapat pendidikan yang layak.
"Muridnya ada yang umur 3-5 tahun. Ada juga 2 orang yang umurnya 6 tahun," kata Sumiyati saat ditemui detikcom di Kalijodo, Kelurahan Penjagalan, Kecamatan Penjaringan,Β Jakarta Utara, Selasa (16/2/2016). Sitri dan Muslim sedang ada urusan di luar rumah sehingga belum dapat ditemui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau lagi masuk semua, yang datang 50 orang. Yang ngaji anak-anak," kata Sumiyati yang juga terlibat mengurusi majelis taklim tersebut.
Sumiyati yang tinggal di Kalijodo sejak puluhan tahun yang lalu ini awalnya mengaku terganggu dengan suara bising kafe. Namun lama-lama ia dan keluarganya terbiasa. "Tinggal di belakang kafe ya terganggu. Tapi lama-lama terbiasa," ujarnya.
Namun menurut perempuan asal Gombong, Jawa Tengah, ini setelah ditertibkan pada tahun 2002, suara bising kafe tak begitu terdengar seperti dulu.
Sumiyati mengakui, dahulu aksi premanisme di Kalijodo sangat kuat. Ia bahkan mengaku sering diminta setoran oleh para preman. Namun saat ini sudah tidak pernah lagi.
"Dulu sih iya (diminta setoran). Sekarang sudah tidak ada. Besarannya berapa saya lupa, sudah lama sekali," katanya.
Ia juga mengaku mengenal sosok Daeng Aziz. Sosok tersebut memang sangat dikenal di kawasan Kalijodo.
"Kenal (Daeng Azis). Tapi nggak pernah ngobrol langsung," ujarnya.
Kalijodo terbelah menjadi dua wilayah administrasi yaitu Jakarta Barat yang hanya 1 RT saja dan sisanya masuk Jakarta Utara. Gubernur Ahok bermaksud merelokasi warga Kalijodo karena mereka menempati lahan terbuka hijau milik negara sejak puluhan tahun.
(khf/nrl)











































