Cerita Kombes Krishna Murti Soal Daeng Aziz

Cerita Kombes Krishna Murti Soal Daeng Aziz

Mei Amelia R - detikNews
Selasa, 16 Feb 2016 13:07 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Pemda DKI berencana menggusur kawasan Kalijodo untuk dibuat ruang terbuka hijau (RTH). Di tengah upaya Pemda DKI melakukan penertiban, muncul Daeng AzizΒ yang mengaku sebagai tokoh di Kalijodo.

Daeng AzizΒ bahkan mendatangi Komnas HAM, Senin (15/2) kemarin untuk mencari dukungan. Pria asal Bugis, Makassar ini juga sempat ke DPRD DKI dan menelepon Haji Lulung.

Siapakah sebenarnya Daeng Aziz ini? Nama Daeng Aziz ini dikenal oleh Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti. Betapa tidak, Krishna yang pernah menjabat sebagai Kapolsek Penjaringan tahun 2001-2004 pernah ditodong pistol oleh Daeng Aziz di Kalijodo. Krishna saat itu meluluhlantakan Kalijodo. Lokasi itu dia tertibkan dari praktik judi dan lokalisasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi belakangan, setelah Kalijodo dibereskan dan kembali ke Pemprov, pada 2001 lalu, kawasan itu tak diurus dan kembali menjadi pemukiman.

Kembali soal Daeng Aziz, Krishna menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku bertajuk 'Geger Kalijodo', yang mana permasalahan sosial di Kalijodo itu juga ia jadikan sebagai bahan untuk thesisnya. Kisahnya itu tertulis di halaman 39 di buku tersebut. Nama Daeng Aziz ia samarkan menjadi Bedul di bukunya itu.

"Saat itulah Bedul menarik pelatuk dor, dor, dua kali suara menggema di udara. Namun Amrul lolos dan selamat dari maut," tulis Krishna dalam bukunya yang dikutip detikcom, Selasa (16/2/2016).

Penembakan dari senjata api milik Daeng Aziz itu bermula dari kasus matinya adik Aziz akbat dibacok oleh Jalal. Aziz yang tidak terima atas kematian adiknya-yang dalam buku ditulis bernama Udin itu-mengamuk dan menyerang Amrul (kelompok Mandar yang bernama asli Yusman) yang kebetulan ada di lokasi.

Krishna saat itu ke lokasi untuk meredam massa. Ketika letusan senjata api terdengar, awalnya Krishna mengira suara tembakan itu berasal dari senjata api milik anggotanya. Krishna juga sempat bertanya ke anggotanya, suara senjata siapakah itu.

"Namun saya melihat Bedul masih menggemgam pistol, saya langsung memerintahkan kepadanya untuk segera menyerahkan pistol itu. Namun bukannya takut, Bedul malah balik menggertak 'jangan ada yang mendekat!' teriaknya, sambil menodongkan pistol ke arah saya," kisah Krishna seperti tertulis di halaman 39.

Seketika suasana menjadi tegang ketika Krishna berhadapan dengan Daeng Aziz yang menodongkan senjata kepadanya itu. Krishna sempat berpikir, riwayatnya akan tamat di Kalijodo jika Daeng Aziz sempat menarik pelatuk senjatanya itu. Namun Krishna pun tidak menarik senjata, karena ia berpikir dirinya akan kalah cepat dari Daeng Aziz yang sudah siap menembak.

"Saya katakan 'saya Kapolsek. Jika kamu tembak saya, saya mati tidak masalah karena saya sedang bertugas demi bangsa dan negara. Namun kalau saya mati, Anda semua akan habis!," tutur Krishna kepada Daeng Aziz saat itu.

Saat itu Daeng Aziz pun tertegun. Amarahnya mereda setelah mendengar ucapan Krishna yang saat itu berpakaian preman. "Saya tahu bapak kapolsek, tapi saya minta bapak jangan ambil senjata saya," kata Daeng Aziz kepada Krishna seperti dituliskan di halaman 40.

detikcom mencoba mengkonfirmasi Krishna soal siapa sosok yang menodongnya saat itu. Awalnya, Krishan enggan memberi penjelasan, namun kemudian, akhirnya Krishna mau memberi jawaban.

"Iya Bedul itu Daeng Aziz. Dia yang menodong pistol sama saya, tanya saja sama Daeng Aziz," ujar Krishna saat dihubungi detikcom.

Krishna mengatakan, beberapa saat setelah peristiwa tersebut, ia menangkap Daeng Aziz, yang kemudian mendapat hukuman 3 bulan penjara.

Krishna mengenal Kalijodo semasa ia menjabat sebagai Kapolsek Penjaringan. Seminggu setelah menduduki kursi jabatannya, Krishna dihadapkan dengan konflik di Kalijodo.

Menurut Krishna, konflik di Kalijodo pada saat itu terjadi hampir setiap hari seperi perkelahian, hingga saling bunuh dan bakar-bakaran rumah. Dari kasus-kasus tersebut, Krishna pun mengetahui akar permasalahannya.

"Permasalahannya di situ ada 3 kelompok etnis yang menguasai lapak perjudian," tutur Krishna.

Namun, Krishna kemudian membereskan persoalan di Kalijodo dari prostitusi, perjudian dan kafe liar. Butuh waktu bagi dia selama satu tahun untuk memetakan konflik hingga akhirnya memberantas premanisme di Kalijodo.

Di beberapa kesempatan detikcom mencoba menanyakan soal ini ke Daeng Aziz, namun dia belum mau berkomentar. Daeng Aziz hanya menyebut kalau preman itu adalah free-man, sedangkan di Kalijodo menurutnya mereka memiliki KTP. (mei/dra)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads