KPU Susun Draf Revisi UU Pilkada, Masalah Pendanaan Dibahas Serius

KPU Susun Draf Revisi UU Pilkada, Masalah Pendanaan Dibahas Serius

Hardani Triyoga - detikNews
Senin, 15 Feb 2016 15:18 WIB
Foto: agung pambudhy
Jakarta - Pemilihan kepala daerah serentak akan kembali digelar pada 15 Februari 2017 nanti. Komisi Pemilihan Umum saat ini tengah menyiapkan draft usulan untuk dimasukkan dalam revisi Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan dalam dua pekan terakhir, pihaknya terus mengupayakan percepatan revisi UU ini. Sebelum menyerahkan usulan revisi akhir ke DPR dan pemerintah, KPU masih perlu meminta masukan dari pihak terkait.

"Seperti hari ini kami gelar forum group discussion dengan NGO. Kami minta masukan untuk penyempurnaan undang-undang. Misalnya seperti masalah pendanaan untuk Pilkada," ujar Hadar di sela forum group discussion di Hotel Arya Duta, Jakarta, Senin (15/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadar mengakui pendanaan ini masih menjadi salah satu masalah di Pilkada serentak 2015. Diharapkan, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bisa secepatnya ditandatangani agar tak menghambat pelaksanaan Pilkada di daerah terkait.

Acuannya, karena dana yang lamban cair berpotensi mengganggu jadwal pelaksanaan Pilkada. Contohnya, seperti Pilkada Kota Manado yang terancam ditunda kembali bila masalah pendanaan masih menghambat.

"Seperti (Pilkada) Manado yang ditunda tapi itu dua hari lagi (digelar). Itu pendanaan belum jelas padahal dijanjikan akan beres," tutur Hadar.

Dia juga menyinggung agar dana pilkada seperti biaya kampanye ditanggung calon kepala daerah yang maju. Diakui Hadar, persoalan biaya kampanye yang tak dibiayai calon kepala daerah mengganggu kinerja KPU.

"Dana kampanye membuat biaya Pilkada. Kami cukup repot. Sehingga kerjaan kami juga terseok-seok. Seperti materi kampanye,leaflet, brosur, Biarkan para calon yang biayai sendiri," tuturnya.

Kemudian, KPU juga menginginkan pengaturan yang bisa mengakomodir pelaksanaan pemungutan suara di rumah sakit. Sejauh ini, seperti Pilkada 2015 lalu sulit membuat tempat pemungutan suara (TPS) karena tak ada acuan peraturannya.

Hal ini yang berujung suara masyarakat pemilih yang berada di rumah sakit tak bisa diserap.

"Masalahnya kami enggak bisa membangun TPS. Itu sendiri kan enggak ada pengaturannya. Enggak ada pemilih bisa memilih di rumah sakit," tuturnya.

(hty/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads