Ikatan Dokter Indonesia: Sponsor untuk Dokter Boleh, Asal Sesuai Kode Etik

Ikatan Dokter Indonesia: Sponsor untuk Dokter Boleh, Asal Sesuai Kode Etik

Mulya Nur Bilkis - detikNews
Kamis, 11 Feb 2016 18:31 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Kementerian Kesehatan melarang dokter menerima sokongan sponsor (sponsorship) dari perusahaan farmasi karena berpotensi menjadi gratifikasi. Namun, keputusan itu berbeda dengan keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Gratifikasi untuk tujuan sponsorship CME/P2KB (Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan) tidak dilarang sepanjang masih sesuai dengan kode etik kedokteran (kodeki),"  kata Ketua Umum IDI Oetama Marsis dalam jumpa pers di kantor PB IDI, Jl Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/2/2016).

Ia mengatakan selama pemberian sponsorship itu tidak bertentangan dengan etika kedokteran dan sesuai dengan mekanisme yang ditentukan maka dinilai tidak melanggar. Pernyataan ini merespon larangan penerimaan sponsorship dari Kementerian Kesehatan dan KPK. Menurutnya, IDI sendiri sudah mengatur pemberian sponsorship ini dalam Kodeki dan MoU dengan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada 2007.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam MoU tersebut, sponsorship dibolehkan dalam kepentingan riset dan P2KB yang meliputi biaya registrasi, akomodasi dan transportasi.

"Karena dalam kode etik, Pasal 6 dalam konteks registrasi maka itu tidak masuk dalam pelanggaran etik," sambungnya.

Ia juga membantah anggapan sponsorship ini membuat harga obat di pasaran menjadi mahal. Dijelaskan Marsis bahwa selama ini dokter memberi resep mengacu pada tepat dosis, tepat diagnosa dan jangka waktu konsumsinya sesuai. Tak pernah mengacu pada 1 merek saja.

"Pengadaan obat di rumah sakit bukan urusan dokter. Kami hanya memberi obat sesuai diagnosa. Yang sering terjadi, pasien lah yang justru meminta diberi obat paten," ucapnya.

Hal lain yang menurutnya rancu soal gratifikasi dokter ini adalah status dokter swasta yang tidak dibiayai negara. Meski sudah diperjelas batasan dokter swasta dan PNS, namun diperlukan perangkat hukum atau aturan detail di bawahnya.

Mereka yang termasuk dalam dokter swasta yakni dokter yang bekerja di rumah sakit swasta, dokter praktik pribadi, dan dokter PNS yang bekerja di rumah sakit swasta di luar jam kerja PNS. Sedangkan mereka yang disebut dokter PNS adalah yang bekerja di rumah sakit pemerintah sesuai dengan kriteria pegawai negeri yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

"PB IDI tetap mendorong subjek hukum gratifikasi didasarkan pada UU No 20 tahun 2001 yaitu pegawai negeri atau penyelenggata negara," pungkasnya.

(mnb/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads