"Muhaimin ini lebih pada politik yang sempit pemikirannya. Besar kemungkinan dia hanya peluru kendali dari partai-partai lain atau unsur pemerintah," ungkap Fatwa saat berbincang dengan Pimpinan PP Muhammadiyah di Kantor Ketua DPD, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
"Kalau di masa Gusdur itu lebih canggih dalam pemikiran kebangsaannya," sambung dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Undang-undang yang sama tuanya dengan UUD '45 adalah UU otonomi daerah. Jadi kuat sekali posisi konstitusinya," tuturnya.
Dengan wacana dari PKB ini, Fatwa pun melihat bahwa pada dasarnya DPD perlu mendekatkan diri dengan partai politik. Pihak yang seharusnya dijauhkan disebutnya adalah para kartel politik yang memiliki niat buruk.
"Apa yang dilontarkan (PKB) harus diambil hikmahnya agar kita lebih mendekatkan diri pada partai-partai politik. Sebab banyak yang berpendapat kita nggak suka paprpol. Tidak boleh. Yang tidak kita suka adalah kartel-kartel politik atau taipan-taipan, yang murni politisi itu sekarang justru tersingkir," ucap senator dari DKI Jakarta tersebut.
Para kartel maupun taipan dikatakan Fatwa juga banyak terdapat di pemerintahan. Setidaknya dua nama menteri ia sebut kontraproduktif dengan Presiden Joko Widodo.
"Banyak pembantu-pembantu Jokowi yang kontraproduktif dengan pribadi Jokowi yang sebenarnya dia orang baik. Orang-orang itu yang merusaknya, saya kira dia ingin dapat pembantu yang baik tapi di luar kemampuannya," tutur Fatwa.
Bahkan Fatwa juga menyebut salah seorang menteri yang berhubungan dengan proyek kereta cepat sebagai taipan karena lebih mementingkan bisnis. Ia pun berharap agar Presiden Jokowi bisa mengontrol menterinya yang seperti itu.
"Kalau Jokowi tidak segara mebatasi maka pemerintah akan rapuh. Bisa jadi DPD diberlakukan seperti ini agar Β seperti Golkar atau PPP," kata Fatwa.
Sementara itu Ketua DPD Irman Gusman mengatakan bahwa wacana pembubaran DPD dikarenakan adanya masalah teknik komunikasi. Irman pun melihat permasalahan ini dengan positive thinking.
"PKB sebagai partai yang lahir dari reformasi menginginkan supaya pembahasan amandemen kalau bisa sekaligus. Kami menyikapinya sebaliknya. Karena kalau bubar kan menghilangkan otonomi. Desentralisasi akan balik lagi ke zaman dulu. Penguatan DPD harus dilakukan secara utuh," beber Irman.
Dalam menyikapi wacana PKB tersebut, DPD pun akan membicarakannya dengan partai politik lainnya. Termasuk dengan perwakilan golongan maupun organisasi lain.
"Kami akan bangun komunikasi politik. Kami sepakat dengan PKB akan komunikasi intensif membahas bagaimana. Dengan ormas. Supaya ini suara rakyat kan gitu. Ini kan butuh waktu. Dengan PKB akan bicara. Dengan partai lain juga sudah sebagian. Nggak bisa liar begitu," tukasnya.
DPD sendiri mendapat dukungan dari PP Muhammadiyah yang dipimpin oleh Haedar Nashir. Haedar tidak setuju jika DPD dibubarkan.
"Kalo DPD dianggap lemah bukan malah dibubarkan tapi justru diperkuat posisinya lewat penguatan konstitusi. Tidak konstitusional kalau dibubarkan," ujar Haedar yang datang bersilahturahmi dengan Pimpinan DPD.
Tak hanya dari Haedar, salah satu Ketua PP Muhammadiyah yang datang ke DPD, Hajrianto Tohari menyebut DPD harus melakukan banyak terobosan. Tujuannya adalah agar DPD tidak lagi dipandang sebelah mata.
"Jangan terlalu legal formalistik. Saya ingat betul MK banyak melakukan terobosan saat reformasi, dalam undang-undang mereka tidak punya kewenangan tapi banyak melakukan terobosan sehingga diterima publik," terang Hajrianto.
"Sehingga bisa memunculkan tokoh-tokoh yang tidak dimiliki DPR. Ada tokoh dari Yogya, tokoh dari Jakarta. Sehingga akan lebih banyak memenangkan hati rakyat ketika DPR mengalami kemerosotan citra. DPD bisa tampil," tambah dia.
Hajrianto pun meminta agar DPD tetap optimis dan jangan sampai terjatuh karena ada suara satu atau dua partai yang memiliki aspirasi untuk membubarkannya. Ia menilai justru banyak tokoh besar berada di DPD.
"Di DPD itu isinya tokoh-tokoh besar jadi peluangnya lebih besar, karena pembatasan untuk jadi anggota DPD nggak banyak kan. Ketua PGRI itu di DPD juga. Di lembaga-lembaga misal PGRI atau Muhammadiyah, kan tidak boleh berafiliasi dengan parpol (masuk DPr), tapi kan boleh jadi anggota DPD," tutup mantan Wakil Ketua MPR itu.
(elz/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini