"Menyatakan terdakwa saudara Ir Jero Wacik SE secara terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan ke satu alternatif kedua, dakwaan kedua alternatif kedua, dan dakwaan ketiga," kata Hakim Ketua Sumpeno membacakan amar putusanΒ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar, Jakpus, Selasa (9/2/2016).
"Dua menjatuhkan hukuman pidana, dengan pidana penjara selama 4 tahun, dan pidana denda 150 juta rupiah. Apabila denda tersebut tak dibayar diganti dengan pidana kurungan tiga bulan," ujar Jero.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Ir Jero Wacik SE untuk membayar uang pengganti Rp 5.073.031.420, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu watu bulan setelah pengadilan memperoleh keputusan kekuatan tetap. Maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka akan dipenjara dalam penjara satu tahun," tutur Sumpeno.
Putusan hukuman ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa yaitu hukuman 9 tahun serta denda Rp 350 juta subsidair 4 bulan kurungan. Jero diyakini melakukan tindak pidana korupsi. Dalam surat tuntutan, jaksa penuntut umum pada KPK memaparkan tindak pidana korupsi yang diyakini dilakukan Jero sebagaimana tiga dakwaan yang disangkakan.
Pertama, Jero sebagai mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dianggap menyalahgunakan kewenangan penggunaan DOM. Penyalahgunaan ini untuk menguntungkan pribadi dan keluarga. Jumah dana yang diselewengkan mencapai Rp 8.408.617.149.
Menurut jaksa, pencairan anggaran DOM tahun 2008-2011 hanya dilampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) yang ditandatangani PPK diserta bukti-bukti pertanggungjawaban penggunaan uang DOM yang diterima bulan sebelumnya.
Setelah menerima DOM secara tunai, Jero juga menggunakan untuk tujuan pribadi, upacara adat, dan acara keagamaan. Penggunaan uang ini tak disertai dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap, valid, dan sah.
Kemudian, kedua saat Jero menjabat sebagai Menteri ESDM. Dia diyakini melakukan pemerasan dengan cara memaksa anak buahnya yakni kepala biro serta kepala pusat untuk mengumpulkan duit karena DOM di Kementerian ESDM dianggap Jero tak cukup.
"Terdakwa memanfaatkan jabatannya sebagai Menteri ESDM dengan memerintahkan Waryono Karno selaku Sekjen ESDM mengusahakan kenaikan DPM agar sama dengan anggaran DOM di Kemenbudpar adalah upaya terdakwa untuk memperoleh tambahan uang. Padahal, terdakwa mengetahui anggaran DOM pada Kementerian ESDM telah dianggarkan dalam APBN Rp 120 juta/bulan," kata Jaksa Mayhardi Indra Putra dalam pembacaan tuntutannya, di pengadilan Tipikor, Kamis, (21/1/2016).
Sedangkan, tindak pidana ketiga yang dilakukan Jero adalah menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai menteri ESDM. Gratifikasi diterima dari Herman Afif Kusumo yang saat itu menjabat selaku Komisaris Utama pada grup perusahaan PT Trinergy Mandiri Internasional dalam bentuk pembayaran biaya pesta ulang tahun Jero tanggal 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sejumlah Rp 349.065.174.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga pemberian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kedudukan terdakwa sebagai Menteri ESDM," jaksa Yadyn.
Sedangkan, uang pengganti dibebankan sebagai pidana tambahan karena perbuatan Jero terkait penggunaan DOM yang tak sesuai dan mengumpulkan uang imbal jasa (kickback) rekanan dianggap jaksa KPK merugikan keuangan negara.
Jero melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pada dakwaan kedua, Jero melanggar pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara, dakwaan ketiga, Jero melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(hty/rvk)











































