Gerhana Matahari Total Dalam Kepercayaan Masyarakat China

Gerhana Matahari Total di Indonesia

Gerhana Matahari Total Dalam Kepercayaan Masyarakat China

Okta Wiguna - detikNews
Senin, 08 Feb 2016 11:20 WIB
Foto: Ilustrator: Mindra Purnomo
Jakarta - Pengamatan gerhana matahari total sudah menjadi tradisi dalam kebudayaan China sejak zaman sebelum masehi. Bahkan peradaban China kuno memiliki catatan gerhana matahari total tertua pada era sebelum 2000 SM.

Ahli perbintangan memang memiliki peran penting dalam peradaban China kuno, bahkan sekitar 2300 SM mereka memiliki bangunan khusus buat mengamati langit. Tugas mereka sebenarnya lebih kepada menyusun penanggalan yang memang didasarkan pergerakan bulan dan matahari.

Namun dari semua peristiwa astronomi yang harus mereka amati dengan hati-hati adalah datangnya gerhana matahari total. Dalam mitologi China, gerhana terjadi karena seekor naga memakan matahari. Istilah yang menggambarkan peristiwa gerhana pun berarti "memakan" karena asalnya dari kepercayaan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada masa dinasti Shang (1766 SM-1123 SM) rata-rata kaisarnya percaya takhayul dan sangat cemas dengan gerhana matahari. "Fenomena langit yang tak biasa seperti itu harus diantisipasi karena bisa jadi pertanda buruk yang mungkin menimpa kaisar," kata Dr. Sten Odenwald dari Departemen Fisika Catholic University of America seperti dikutip NASA.

Menurut Odenwald, para kaisar pada dinasti Shang sangat bergantung pada perhitungan ahli perbintangannya. Mereka memutuskan kebijakan politik, ekonomi, dan budaya berdasarkan ramalan ahli astrologinya.

Karena kepercayaan itulah dua ahli perbintangan bernama Hsi dan Ho dihukum pancung oleh Kaisar Chung K'ang yang berkuasa sekitar 2134 SM. Keduanya gagal meramalkan terjadi gerhana matahari total pada 22 Oktober 2134 SM.

Mitos bahwa gerhana adalah pertanda buruk bagi kaisar terbawa hingga ke zaman penanggalan masehi. Kematian kaisar perempuan Teng dari Dinasti Han Timur pada tahun 122 Masehi didahului oleh gerhana matahari total pada 120 Masehi.

Demi mencegah kejadian buruk terulang, setiap terjadi gerhana masyarakat China kuno akan menyalakan kembang api dan mengarahkannya ke langit demi menakuti sang naga. Ada catatan pada abad ke-19, angkatan laut China pun menembakkan meriamnya ke arah langit saat terjadi gerhana matahari.

Seperti juga ditemukan di banyak daerah di Indonesia, saat gerhana masyarakat China kuno juga akan berupaya membuat kegaduhan. Mereka menabuh genderang, memukul gong, atau apa saja yang menghasilkan suara bising agar naga tak jadi menelan matahari.

Tradisi membuat kegaduhan itu, kata astronom ITB Djoni N. Dawanas dalam bukunya, Gerhana Matahari Total, juga  muncul dalam perayaaan Cap Go Meh atau hari ke-15 yang menutup masa perayaan tahun baru Imlek. Dalam perayaan Cap Go Meh bisa dilihat arak-arakan naga yang mengejar matahari diiringi oleh orang memukul genderang dan gong.

(okw/Hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads