Namun kedua gerhana ini mendapat perlakuan berbeda. Jika gerhana 1983 pemerintah secara resmi melarang warga melihat langsung, maka pada 1988, atau beberapa hari setelah Soeharto dilantik sebagai presiden, tidak muncul imbauan yang sama.
Bahkan kali ini tak ada siaran langsung gerhana oleh TVRI. Beberapa penduduk yang buru-buru menyetel televisi saat gerhana terjadi pun kecewa karena tak ada siaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerhana kali itu juga hanya sekitar dua menit, berbeda dengan gerhana 1983 yang durasinya sekitar lima menit. Gerhana total terjadi pukul 07.30 WIB.
Sekitar 300 astronom asing datang meneliti gerhana 1988. Jumlahnya jauh merosot dibandingkan lima tahun sebelumnya karena waktu gerhana yang singkat itu.
Apalagii gerhana 1988 terjadi pada akhir musim hujan dan melintasi daerah dengan curah hujan yang tinggi. Banyak peneliti gerhana cemas potensi kendala cuaca terlalu besar sehingga mereka memilih absen.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan gerhana 1988 ini memiliki jalur yang mirip dengan yang akan terjadi tahun ini pada 9 Maret 2016.
"Jalurnya melalui 11 provinsi, mulai dari Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara," ucap Thomas.
Pemerintah memperkirakan akan ada lima juta wisatawan lokal yang menikmati gerhana 2016 di 11 lokasi tersebut. Menteri Pariwisata Arief Yahya juga menargetkan 100 ribu turis gerhana dari mancanegara datang menyaksikan di Indonesia. Lewat promosi Kemenpar, saat ini hunian hotel di lokasi-lokasi tersebut sudah nyaris terisi penuh.
Anda punya pengalaman saat momen gerhana matahari total tahun 1983, 1988 dan 1995? Silakan berbagi cerita ke redaksi@detik.com. Jangan lupa sertakan nomor kontak Anda.
![]() |