Lulung saat datang ke Pengadilan Tipikor bicara soal 'keberaniannya' datang untuk memantau keterangan Ahok. Lulung pekan lalu saat bersaksi di pengadilan memang menyinggung kasus UPS yang disebutnya jadi bahan pencitraan.
"Kemarin saya mengatakan siapapun yang terlibat dalam kasus pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan kasus UPS ini harus berani jujur, terutama pada saya sebagai saksi, teman teman saya sebagai saksi, juga pada orang orang yang diduga menjadi tersangka, dan paling penting adalah kepada hakim dan jaksa harus jujur. Tak boleh ada tekanan politik, tak boleh kekuasaan, tak ada konspirasi lain karena saya yakin majelis punya keyakinan bahwa jika benar semua dia yakin siapa yang jadi terduga dan siapa yang dipidanakan," kata Lulung sebelum sidang dimulai di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulung lantas masuk ke ruang sidang didampingi sejumlah orang. Duduk di kursi baris belakang, Lulung menyimak keterangan Ahok.
Namun sebelum Ahok selesai bersaksi, Lulung sudah lebih dulu meninggalkan ruang sidang.
Sidang Ahok baru dimulai pukul 14.25 WIB dan selesai pada sekitar pukul 16.00 WIB. Dalam kesaksiannya Ahok tak tahu menahu soal munculnya anggaran UPS pada APBD Perubahan 2014.
Terkait anggaran 'siluman', Lulung sempat mengklarifikasi ke anak buahnya termasuk Lasro Marbun yang pernah menjabat sebagai Kadis Pendidikan dan Kepala Inspektorat. Tapi anak buahnya mengaku tak tahu menahu masuknya anggaran UPS.
"TAPD tidak pernah melapor, sampai saya curiga saya tanya, dinas pun tidak mengaku.
Larso Marbun tugas utama memotong semua belanja yang tidak pantas di APBD karena beliau inspektorat. Beliau nyatakan bersih. Terakhir saya tanya ke Beliau kok bisa ada minta UPS di APBD Perubahan. Beliau mengatakan saya tidak tahu itu urusan sudin," ujar Ahok di persidangan.
Alex Usman didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 25 UPS di 25 SMA/SMKN Jakbar pada APBD Perubahan Tahun 2014 yang merugikan keuangan negara Rp 81 miliar.
Menurut jaksa dalam surat dakwaan, pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah ini tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah.
Anggaran UPS bisa dialokasikan dalam APBD perubahan tahun 2014 setelah Alex Usman melakukan lobi ke sejumlah anggota DPRD DKI.
Untuk meloloskan permintaan ini, Fahmi Zulfikar Hasibuan sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan meminta fee terkait pengadaan UPS. Kongkalikong ini berlanjut ke tangan Firmansyah yang saat itu menjabat Ketua Komisi E DPRD .
Anggaran UPS akhirnya berhasil lolos dan dimasukkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014 meski tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD Pemprov DKI.
Fahmi Zulfikar dan Firmansyah sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Keduanya sudah bersaksi di Pengadilan Tipikor pada Kamis 28 Januari lalu.
Fahmi dalam persidangan mengakui mendapat titipan dari Alex Usman soal kebutuhan pengadaan barang di sekolah untuk APBD Perubahan DKI tahun 2014, yang belakangan diketahui adalah UPS.
Usulan ini diteruskan Fahmi ke Firmansyah. Sedangkan Firmansyah dalam kesaksiannya mengaku hanya memasukkan usulan bila pagu anggaran tersedia dalam APBD Perubahan.
"Saya hanya menerima pagunya, kalau cocok, saya input, saya tidak meneliti lagi layak atau tidak, atau saya dijanjikan sesuatu," kata Firmansyah di persidangan.
Soal munculnya anggaran pengadaan UPS ini diklaim pimpinan DPRD tidak diketahui rinciannya. Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana alias Lulung yang pernah jadi koordinator Komisi E menyebut dirinya tidak pernah mengikuti pembahasan anggaran pengadaan di komisi.
"UPS itu saya memang tidak mengerti. Saya tidak mengerti karena dalam proses anggaran perubahan ada tahun politik, Pileg dan Pilpres saya jadi ketua partai jadi saya banyak tugas partai. Kalau di KUA-PPAS tidak ada UPS kemudian dalam pembahasan anggaran di komisi saya tidak hadir," ujar Lulung dalam kesaksiannya, Kamis (28/1). (fdn/hri)











































