Menurut para tokoh agama, pelemahan pemberantasan korupsi bisa dilihat dari upaya revisi UU KPK oleh DPR RI dengan memasukkan empat poin revisi. "Pertama pembentukan dewan pengawas KPK. Kedua, penambahan kewenangan surat penghentian penyidikan (SP3). Ketiga tentang penyadapan. Terakhir yaitu kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik sendiri,"Β ujar Sinta Nuriyah Wahid membacakan pernyataan sikap tokoh lintas agama, di Aula Giya Gusdur, Kamis (4/2/2016).
Pernyataan bersama tokoh lintas agama ini dihadiri oleh 7 tokoh agama. Ketujuh tokoh agama tersebut yaitu, Sinta Nuriyah Wahid (Islam), KH Imam Aziz, Romo Johannes Hariyanto, Pendeta Krise Gosal, Nyoman Udayana, Ben Rahal (Sikh) dan Suprih Suhartono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam dua kasus tersebut, kata para tokoh agama, diduga terjadi kriminalisasi sebagai rangkaian pelemahan upaya pemberantasan korupsi. Bahkan menurut mereka, Ombudsman RI mempunyai kesimpulan telah terjadi rekayasa dan proses tidak sesuai prosedur. Hal tersebut dikarenakan adanya bukti yang tidak relevan.
Para tokoh lintas agama menyerukan dan menyatakan sikap sebagai berikut;
1. Mengingatkan kembali Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo untuk terus secara sungguh-sungguh memimpin pemberantasan korupsi sebagaimana dinyatakan dalam berbagai kesempatan dan janji-janji selama masa kampanye.
2. Meminta Presiden mengambil langkah tegas, tepat, dan terukur mengatasi pelemahan dan kriminalisasi KPK.
3. Mendorong semua pihak agar menghentikan pelemahan dan kriminalisasi KPK baik melalui revisi UU maupun kriminalisasi terhadap mantan komisioner dan penyidik KPK yang saat ini masih berlangsung prosesnya.
4. Menyerukan seluruh tokoh agama/keyakinan dan organisasi-organisasi keagamaan untuk terus menyuarakan gerakan memberantas korupsi untuk mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang bersih.
(fjp/fjp)











































