Pabrik Jamu Ilegal di Bogor, BPOM: Produknya Bisa Sebabkan Kanker

Pabrik Jamu Ilegal di Bogor, BPOM: Produknya Bisa Sebabkan Kanker

Farhan - detikNews
Selasa, 02 Feb 2016 18:57 WIB
Foto: Farhan/detikcom
Bogor - Pabrik jamu ilegal yang menggunakan bahan kimia berbahaya di Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, digerebek petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Selasa (2/2/016).

Salah satu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan jamu tersebut adalah Phenylbutazone. Bahan kimia tersebut, kata Kepala Pusat Penyidikan BPOM, Hendri Siswandi, merupakan zat kimia yang hanya digunakan untuk pembuatan obat. Bahan kimia tersebut hanya bisa dibeli dari luar negeri oleh perusahaan tertentu yang memiliki lisensi.

"Bahan kimia ini juga diduga ilegal. Zat kimia seperti ini hanya digunakan untuk obat, bukan jamu," kata Hendri saat ditemui di lokasi penggerebekan, Selasa (2/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika (jamu ilegal) ini dikonsumsi, dalam waktu tertentu akan menimbulkan efek negatif. Ini berbahaya, bisa menyebabkan kanker, gagal ginjal, jantung dan lain-lain," tambahnya.

Selain Phenylbutazone, jamu yang diproduksi di Bogor juga menggunakan bahan kimia bernama Sildenavil Citrat. Bahan kimia tersebut, disebut-sebut merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan untuk obat kuat.

Foto: Farhan/detikcom


Pabrik jamu ilegal yang sudah beroperasi sejak 3 bulan lalu tersebut, berada di lokasi yang cukup tersembunyi. Bangunan seluas sekitar 1 hektar tersebut berada di ujung jalan buntu yang di belakangnya merupakan perkebunan warga dan tanah berbukit. Untuk mencapai lokasi, hanya ada jalan kecil dan rusak yang hanya bisa dilalui oleh satu unit roda empat.

Petugas BPOM mengamankan seorang pengawas pabrik berinisial JH dan menyita 300 ribu bungkus jamu berbagai merek dan jenis yang sudah dikemas di dalam kardus dan siap diedarkan. Oleh produsen, barang-barang bernilai Rp 6 miliar tersebut akan diedarkan ke Tangerang, Banten dan Jawa.

Hendri mengatakan, jamu yang diproduksi oleh pabrik ilegal ini, kebanyakan dikonsumsi oleh pekerja keras seperti buruh bangunan dan lainnya. "Produksinya termasuk banyak, karena banyak juga pembelinya dan harganya murah. Tapi untuk berapa jumlah produksi dalam sehari, pelaku bilang tidak tentu, tergantung kondisi persediaan," kata Hendri. (trw/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads