Belum Dieksekusi Mati, Begini Cara Hartoni 'Mandi Uang' di Nusakambangan

Belum Dieksekusi Mati, Begini Cara Hartoni 'Mandi Uang' di Nusakambangan

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 02 Feb 2016 12:46 WIB
Dermaga Wijayapura, akses menuju Pulau Nusakambangan (arbi/detikcom)
Jakarta - Hartoni merupakan satu di antara puluhan gembong narkoba yang divonis mati tetapi tidak kunjung dieksekusi mati. Ia dihukum mati karena mandi uang di balik penjara Nusakambangan.Β 

Berdasarkan berkas yang didapat dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa (2/2/2016), Hartoni awalnya merupakan terpidana 8 tahun penjara. Pria kelahiran 26 Februari 1960 dipindah dari penjara Banjarmasin ke Nusakambangan guna meminimalisir kejahatannya di balik bui. Tapi apa lacur, ia malah semakin liar beroperasi dari Alcatraz-nya Indonesia itu.

Warga Darmo Satelit, Surabaya itu menyamarkan kejahatannya dengan membangun kandang sapi di samping Lapas Narkotika, Nusakambangan pada 2009. Dalam mendirikan kandang sapi ini, ia mendapat restu dari Kalapas yaitu Marwan Fadli dengan dalih Hartoni telah memasuki masa asimilasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari kandang sapi ini, pemilik nama asli Giam Hwei Liang itu lalu mengoperasikan bisnis narkobanya dengan cara menelepon anak buahnya di berbagai penjuru Indonesia karena dari dalam LP sinyal diacak. Hartoni juga berjualan narkoba di dalam LP dengan pura-pura memesan pakan ternak dari luar Nusakambangan. Tapi dalam plastik pakan ternak disisipi paket sabu.Β 

Berikut beberapa transaksi yang terendus:

12 Oktober-20 Januari 2011
Hartoni mengendalikan jaringan narkobanya di seluruh penjuru Indonesia dengan omset Rp 4,9 miliar dengan memakai rekening atas nama May Wulandari-Surya Sunarta.

November 2009-Desember 2010
Hartoni mengendalikan jaringan narkobanya di seluruh penjuru Indonesia dengan omset Rp 256 juta dengan memakai rekening atas nama May Wulandari-Amin Sunarta.

Desember 2009-Maret 2010
Hartoni mengendalikan jaringan narkobanya di seluruh penjuru Indonesia dengan omset Rp 1,6 miliar dengan memakai rekening atas nama Hendry Wijaya.

Hartoni mengendalikan jaringan narkobanya di seluruh penjuru Indonesia dengan omset Rp 1,7 miliar dengan memakai rekening atas nama May Wulandari-Rahmadaniah.

Juni 2010
Hartoni memesan 600 gram sabu dari Syafrudin alias Kapten dengan harga Rp 540 juta. Paket sabu itu sampai di kandang sapi dan dijual eceran ke dalam LP.

2009-2010
Hartoni mengoperasikan sabu di Banjarmasin seberat 15 kg dengan keuntungan Rp 3 miliar.

Januari 2011
Terjadi transaksi narkoba di bawah jaringan Hartoni sebesar Rp 519 juta.

15 Februari 2011
Hartoni meminta Cahyono untuk menjadi pengecer dalam LP.

Dari keuntungan itu, uang tersebut dibagi-bagi ke timnya dalam beberapa tahap, antara lain:

1. Andhika Permana Rp 68 juta
2. Dhiko Aldila Rp 14 juta
3. Rinal Kornial Rp 15 juta
4. Rismayana Rp 50 juta.
5. Fob Budhiyono Rp 100 juta.
6. Koming Dewi Sapta Rp 273 juta.
7. Saipul Abu Gozala Rp 1,1 miliar.
8. Sesilia Natalie Rp 1 miliar.
9. Selpih Rp 842 juta.
10. Andhika Permana Rp 113 juta
11. Fob Budhiyono Rp 42 juta.
12. Tata Hidayat Rp 145 juta
13. Koming Dewi Sapta Rp 145 juta.
14. Saipul Abu Gozala Rp 285 juta.
15. Selpih Ro 203 juta.

Siapakah mereka yang terlibat dalam kasus pencucian uang ini? Ternyata Bob merupakan Kepala Sub Bidang Pembinaan dan Pendidikan Lapas, Dhiko Aldila dan Andhika Permana Dirgantara adalah anak kandung Marwan, Rinal Kornial adalah cucu Marwan dan Rita-May merupakan anak buah Hartoni.

Pada Februari 2011 polisi membekuk aksi operasi jaringan narkoba dari balik penjara tersebut. Mereka lalu diadili dan dihukum:

1. Hartoni dihukum mati.
2. Syafrudin dihukum mati.
3. Marwan Adli dihukum 13 tahun penjara.
4. Fob dihukum 7 tahun penjara.
5. Dhiko Aldila (anak kandung Marwan) dihukum 1,5 tahun penjara.
6. Andhika Permana Dirgantara (anak kandung Marwan) dihukum 2,5 tahun.
7. Rinal Kornial (cucu Marwan) dihukum 1 tahun penjara.
8. Rita Juniati (pembantu Hartoni) dihukum 2,5 tahun penjara.
9. May Wulandari (pembantu Hartoni) dihukum 2,5 tahun penjara.

Dengan gurita narkoba di atas, Hartoni dan Syafrudin masih saja dibiarkan menghirup udara bebas di dalam penjara. Putusan mati hingga saat ini belum dilaksanakan. Apakah pemerintah tidak takut keduanya mengulangi lagi perbuatannya? (asp/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads