Gerhana Matahari 1983 Lumpuhkan Aktivitas Ekonomi

Jakarta - Larangan menonton gerhana matahari total 11 Juni 1983 membuat aktivitas ekonomi lumpuh. Sebenarnya Menteri Penerangan Harmoko ketika itu mengimbau agar kegiatan sehari-hari berjalan seperti biasa.

Namun selama gerhana berlangsung, kota-kota yang dilintasi gerhana total menjadi seperti kota mati. Bahkan daerah yang hanya terkena gerhana matahari sebagian pun ikut sepi.

Harian Berita Buana melaporkan saat gerhana pasar-pasar di Jakarta sepi. Tak ada kemacetan yang biasa terlihat di Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, dan Pasar Jatinegara. Warga Jakarta, terutama ibu rumah tangga, juga mengeluhkan hilangnya penjual sayur keliling.

Pemandangan serupa juga terjadi di Semarang dan Salatiga. SPBU, rumah makan, rumah pemotongan hewan, bahkan kios rokok ikut tutup.

Ketakutan akan buta karena melihat gerhana juga membuat nelayan tidak menangkap ikan. Ribuan nelayan di Cilacap, Jawa Tengah, memilih berdiam di rumah daripada tak sengaja melihat matahari saat melaut.

Baca juga: 9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983

Akibat pemerintah melarang keluar saat gerhana, sejumlah pabrik merugi karena terpaksa meliburkan karyawannya yang bekerja di luar ruangan. Sebanyak delapan pabrik gula di Jawa Tengah merugi karena harus menghentikan operasi padahal mereka tengah memasuki musim giling di mana produksi gula dimulai.

PG Cepiring di Kendal, misalnya, merugi Rp 500 ribu per jam akibat pemotongan tebu terhenti. Sekitar 1.300 pekerja pemotong tebu harus diliburkan karena mereka bekerja di luar ruangan.

Transportasi pun terhenti sementara selama gerhana. Terminal bus di berbagai kota sepi aktivitas. Beberapa jadwal perjalanan kereta pun ikut ditunda hingga gerhana selesai.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara juga menutup seluruh bandara di Indonesia selama 30 menit. Pertimbangannya, gerhana bisa mengganggu penerbangan, yakni saat pesawat tinggal landas dan akan mendarat.


Ulasan lengkap tentang gerhana matahari total bisa dibaca di sini.


(okt/okt)