Lulung menegaskan tak tahu menahu soal pengadaan UPS yang masuk dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) antara SKPD dengan dewan di DPRD.
Ia lalu memberikan kesaksian mulai dari menjadi bahan candaan di twitter gara-gara kepleset lidah sebut UPS menjadi USB, mengungkap soal titipan amplop, diskriminasi hingga menuding ada aksi pencitraan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
1. Selip Lidah USB
|
Foto: Hasan Al Habshy
|
"Saya jadi bahan lucuan Pak jaksa. Jadi waktu ada perseteruan di Kemendagri, kita keluar (ruangan), di situ saya ditanya wartawan 'Pak haji gimana UPS, Anda kan koordinator Komisi E'. Saya nyeleneh saya ngga ngerti, sebut USB. Jadi pada saat itu di Twitter saya banyak di-bully karena jadi trending topic. Memang saya nggak ngerti UPS itu," ujar Lulung bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi UPS dengan terdakwa mantan Kasi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Lulung dalam keterangannya mengaku tak tahu menahu soal pengadaan UPS yang masuk dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) antara SKPD dengan dewan di DPRD.
"Saya tidak mengerti karena dalam proses anggaran perubahan ada tahun politik, Pileg dan Pilpres saya jadi ketua partai jadi saya banyak tugas partai. Tahun 2014 itu tahun transisi. Memang pembahasan hanya 2 hari, kalau dilihat konten tidak cukup dengan sekian ribu kegiatan," tutur Lulung.
"Kalau di KUA-PPAS tidak ada UPS kemudian dalam pembahsan anggaran di komisi saya tidak hadir," imbuhnya.
2. Diskriminasi dan Muatan Politik
|
Foto: Hasan Al Habshy
|
"Begini, saya ini berbeda memang, ada diskriminasi, ada muatan politik, apa yang disampaikan ke saya," kata Lulung yang mengenakan kemeja putih hijauh, di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2016) malam.
Lulung mengaku belum terlalu mengerti apa itu UPS. Namun didesak untuk tahu dan akhirnya berujung bully di twitter.
"Saya nggak ngerti apa itu UPS, berkali kali wartawan di sini menanyakan kepada saya, saya nyeleneh, saya nggak ngerti apa itu, USB saya ngomong. Jadi bahan tertawanan saya. Lalu apa itu istilahnya di twitter itu, saya dibully," jelas Lulung.
Mencari penjelasan, ia kemudian berdiskusi dengan anggota Komisi E yang lain, Fahmi Zulfikar. Fahmi saat ini telah berstatus tersangka di Bareskrim Polri dalam kasus UPS. "Dia cerita lah, jika pada suatu hari saya ketitipan amplop. Saya sampaikan ke ketua komisi apa yang disampaikan. Itu saja yang saya tahu," jelas Lulung.
3. Titipan Amplop
|
Foto: Hasan Al Habshy
|
"UPS itu saya memang tidak mengerti. Di berita banyak saya diseret-seret supaya mengerti. Karena di DPRD ribut tentang UPS, Fahmi sahabat saya sejak kecil, sebagai pimpinan saya beri perhatian ke Beliau. Saya nggak ngerti UPS, saya tanya. Dia cerita saya ketitipan amplop, yang programnya saya tidak tahu," ujar Lulung bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi UPS dengan terdakwa mantan Kasi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Menurut Lulung, amplop berisi dokumen titipan yang diduga terkait dengan program yang diusulkan masuk dalam APBD DKI Perubahan tahun 2014. Dokumen itu, menurut Lulung, berdasarkan pengakuan Fahmi diteruskan ke Ketua Komisi E.
"Ke ketua komisi menurut Beliau," sebut Lulung.
"Amplop dari mana?" tanya Jaksa.
"Waktu itu saya ngga ngerti pokoknya dari dinas," sebut Lulung.
Tapi Lulung sama sekali tak tahu proses penganggaran UPS. Dalam paripurna pengesahan APBD Perubahan tahun 2014, Lulung mengaku tidak hadir. "Hari itu tanggal 13 Agustus 2014 saya tidak hadir paripurna. Apakah UPS pada saat diparipurnakan ada atau tidak saya tidak tahu," ujarnya.
4. Siap Dikonfrontir
|
Foto: Hasan Al Habshy
|
"Pembahasan UPS itu ada di mana, bener Pak Ahok bilang, ini fakta hukum yang menjadi keterangan kita, bahwa UPS itu tidak pernah dibahas, dan saya membenarkan itu," kata Lulung usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2016) malam.
"Karena kalau tidak dibahas, kenapa ada nomenklatur di Bappedda dan ada nomor rekening di sana, artinya yang membahas adalah ekskutif. Makanya saya sayangkan hari ini beliau tidak hadir, harusnya dikonfrontir. Kan jadi enak, jadi semakin jelas," jelasnya.
Lulung menilai, ada oknum yang bermain di level eksekutif, yang secara 'misterius' memasukkan nomenklatur dan nomor rekening terkait UPS di RAPBD Perubahan 2014.
"Kok tidak dibahas (tapi) ada nomenklatur. Siapa yang buat nomenklatur, Bappeda. Siapa yang mengeluarkan nomor rekening, BPKAD. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri," tutur Lulung.
"Kalau ini tidak ada, tidak jadi dilelang. Ini pasti ada oknum tangan jahil, itu berkali-kali saya ngomong. Ada aktornya gak? Pasti ada," terangnya.
Menurut Lulung, surat perintah evaluasi RAPBD-P 2014 dari Kemendagri sama dengan laporan dari Ketua DPRD saat itu, Firmansyah. "Artinya siapa yang bahas? bukan kami. Ini fakta hukum persidangan," tutupnya.
5. Pencitraan Ahok
|
Foto: Rina Atriana/detikcom
|
"Selama ini UPS itu jadi (kasus) pencitraan," ujar Lulung usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2016) malam.
"Pencitraan siapa?" tanya awak media.
"Ya Pak Ahok lah," jawabnya.
6. Ajari Ahok
|
Foto: Hasan Al Habshy
|
"Seolah-olah dia bisa membongkar kasus korupsi. Saya tanya balik, cara memberantas korupsi apa sih? Nggak boleh ada korupsi kan. Kenapa masih ada korupsi? karena Gubernur kita tidak punya ilmu dalam memberantas korupsi," terang Lulung.
"Ilmunya apa? Ilmunya belajar sama saya. Apa itu? Pencegahan terhadap korupsi. Masa sekarang masih ada korupsi di tubuh pemerintah daerah. Seharusnya tidak boleh ada korupsi," imbuhnya.
Halaman 2 dari 7











































