"Enggak ada, belum. Belum," kata Humas PN Jaksel Made Sutrisna kepada wartawan di kantornya, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Kamis (28/1/2016).
Yayasan Supersemar dibentuk pada 1974 oleh Presiden Soeharto untuk tujuan pendidikan. Tapi dalam pelaksanaannya, uang yang dihimpun dari laba bank BUMN itu malah diselewengkan. Setelah Soeharto lengser, pemerintah menggugat penyelewengan itu dan dikabulkan MA. Untuk melaksanakan putusan ini, PN Jaksel telah memperingatkan 3 kali pihak yayasan untuk mau melaksanakan secara sukarela.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika lewat hari ini pihak yayasan tidak mau melaksanakan eksekusi sukarela, maka PN Jaksel menyerahkan ke pihak Kejaksaan Agung selaku penggugat. Apakah mau dieksekusi paksa atau dengan cara lain.
"Ya artinya dengan begitu tidak ada yang bisa dilakukan PN Jaksel selain menunggu informasi dari pemohon kasasi, dalam hal ini berupa untuk mencari tahu aset-aset yang dijual lelang untuk memenuhi keputusan itu," pungkas Made.
Alih-alih melaksanakan putusan MA tersebut, Yayasan Supersemar malah menggugat Kejaksaan Agung atas pemblokiran uangnya di sejumlah bank. Pihak yayasan menilai hal ini melanggar hak keperdataan yayasan, di sisi lain Jaksa Agung Prasetyo menyatakan permintaan pemblokiran dilakukan karena ada indikasi yayasan akan menyedot dananya sehingga dikhawatirkan uang yang harusnya dirampas menjadi hilang.
Detikcom telah menghubungi pengacara yayasan, Denny Kailimang melalui telepon genggamnya tetapi belum mendapatkan jawaban. (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini