"Rencana pembahasan ini bukan baru pertama kali dilakukan, mengingat selama 2015 saja terhitung sudah 3 (tiga) kali upaya pembahasan dilakukan. Usul pembahasan tersebut bergulir pada Juni 2015, Oktober 2015, dan Desember 2015, dan diinisiasi baik oleh Pemerintah maupun DPR RI, namun ketiga upaya tersebut tidak berhasil dilakukan karena besarnya penolakan publik atas Draf Revisi UU KPK yang berpotensi besar membonsai kewenangan KPK," jelas peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Lalola Easter, Jakarta, Kamis (28/1/2016).
"Kami meminta Presiden mengeluarkan Surat yang berisi penolakan pembahasan Revisi UU KPK di DPR," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Hilangnya kewenangan KPK melakukan penuntutan;
2. KPK wajib mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan penyadapan;
3. KPK wajib lapor ke Kejaksaan dan Polri ketika menangani perkara korupsi;
4. KPK dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
5. KPK tidak dapat mengangkat pegawai secara mandiri;
6. KPK tidak dapat mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri;
7. Pemberhentian penyelidik dan penyidik harus berdasarkan usulan Kejaksaan dan Polri;
8. KPK hanya bisa menangani perkara korupsi dengan kerugian negara 50 Miliar Rupiah ke atas;
9. Simpang siur fungsi Dewan Eksekutif; dan
10. Hanya punya waktu 12 tahun sebelum akhirnya bubar permanen;
Menurut Lalola, kesepuluh hal tersebut menjauhkan dari salah satu mandat utamanya dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2015 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), yaitu penindakan. Mandat tersebut lah yang menjadi salah satu dasar pembentukan KPK, karena kerja penegakan hukum perkara korupsi, yang tidak berjalan maksimal pada aparat penegak hukum lainnya.Dengan demikian, rencana pembahasan kembali Revisi UU KPK harus dianggap sebagai upaya pelemahan dan bahkan pembunuhan KPK.
"Upaya ini tidak dapat pula dilepaskan dari kepentingan oknum-oknum yang terganggu dengan kerja-kerja KPK, mengingat sejak didirikan pada 2003, sudah ada 87 anggota legislatif yang dijerat oleh KPK.Kini, Revisi UU KPK sudah masuk secara resmi dalam Prolegnas 2016, dan harapan terakhir untuk menghentikan pembahasan ini berada di Pemerintah," tegas dia. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini