Tak Punya Wewenang Luas, Peran Lembaga Pengawas Penegak Hukum Tidak Optimal

Tak Punya Wewenang Luas, Peran Lembaga Pengawas Penegak Hukum Tidak Optimal

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Selasa, 26 Jan 2016 19:48 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Beberapa lembaga pengawas penegak hukum di Indonesia dinilai belum bisa bekerja secara maksimal. Para lembaga itu masih menemui banyak kendala, terutama saat bersinggungan dengan lembaga yang diawasi.

Di Indonesia, setidaknya ada 3 lembaga pengawas penegak hukum, yakni Kompolnas untuk mengawasi Kepolisian, Komisi Kejaksaan untuk mengawasi Kejaksaan dan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi etik para hakim. Dari ketiga lembaga, KY yang dianggap paling menonjol saat ini.

"Lembaga pengawas eksternal, khususnya Kompolnas dan Komjak tidak secara rutin menyampaikan dan memplubikasikan hasil pengawasanya secara transparan dan dapat diakses publik," kata Sekretaris Eksekutif Indonesian Legal Roundtable Firmansyah Arifin di Kasenda Hotel, Jl Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Firman menjelaskan, ketiga lembaga pengawas itu memiliki beberapa problem. Ketiganya hanya memberikan rekomendasi tapi dinilai tidak melakukan follow up terhadap sanksi itu.

"Lembaga pengawas eksternal sudah merasa cukup setelah memberikan rekomendasi dan tidak mengawal pelaksanaan rekomendasi yang diterima/terbukti. Termasuk dalam hal ini pengawasan KY terhadap putusan hasil Majelis Kehormatan Hakim (MKH)," jelas Firman.

"Lembaga pengawas eksternal terkesan berjalan sendiri, belum bersinergi secara positif. Terlihat dari penambahan kewenangan yang diberikan, belum dimaksimalkan secara efektif," imbuhnya.

Komisioner Kompolnas, Hamidah Abdurrahman mengakui lembaga yang dipimpinnya memang belum bisa bekerja secara optimal. Alasannya, kewenangan Kompolnas yang begitu sedikit, padahal mereka harus mengawasi kinerja kepolisian seluruh Indonesia.

"Akses Kompolnas terhadap pembuktian lemah yang berakibat belum dapat menjawab kebenaran dari substansi masalah yang dikeluhkan. Kompolnas juga tidak memiliki kewenangan investigasi," tutur Hamidah.

Persoalan lain adalah, Kompolnas hanya bisa memberikan rekomendasi. Sedangkan eksekusi rekomendasi diserahkan kembali kepada pihak kepolisian. Kompolnas tidak memiliki kewenangan paksa.

"Penyelesaian pelanggaran diserahkan kepada pengawas internal. Belum lagi ada kriminalisasi terhadap komisioner Kompolnas," tegas Hamidah.

Senada dengan Kompolnas, Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Erna Ratnaningsih juga menyampaikan hal serupa. Komjak tidak memiliki kewenangan besar untuk mengawasi kinerja para jaksa.

"Jumlah SDM kami hanya 37 orang termasuk komisioner, sedangkan yang harus kami awasi ada 9007 jaksa. KKRI juga tidak memiliki perwakilan di daerah," kata Erna.

Selain itu, Komjak menurut Erna juga tidak memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap para jaksa. Rekomendasi yang diberikan ke kejaksaan pun tidak bersifat mengikat.

"KKRI tidak bisa melakukan pemeriksaan langsung terhadap para pihak memainkan mengembalikan kepada kejaksaan untuk ditindaklanjuti. Rekomendasi KKRI tidak bersifat mengikat, tergantung dari itikad baik dari pimpinan Kejaksaan. Tidak ada mekanisme sanksi apabila kejaksaan tidak menindaklanjuti rekomendasi KKRI," tegas Erna.

Sedangkan KY yang diwakili staf ahli bidang pengawasan hakim, Imron mengakui sering bersinggungan dengan MA. Pasalnya tidak ada pembagian kewenangan yang jelas antara MA dan KY untuk mengawasi kinerja para hakim.

"Selalu ada pandangan KY bukan penegak hukum, penyadapan tidak bisa dilakukan, karena KY bukan penegakan hukum. Model Pengawasan KY yang reprsesif selalu menjadi problem, " jelas Imron. (kha/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads