"Pada beberapa peristiwa yang melibatkan oknum hakim berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, pemakai narkoba, suap, makelar perkara korupsi, memeras terdakwa, hingga selingkuh, dan sebagainya, masih terdapat suatu harapan bagi masyarakat untuk berlindung dari perilaku oknum di atas yaitu Komisi Yudisial (KY)," kata Prof Ronny Nitibaskara.
Pendapat ini dituangkan dalam artikel 'Fenomena Judicial Crime di Indonesia' dalam buku 'Demi Keadilan: Antologi Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana' yang dikutip detikcom, Selasa (26/1/2016). Buku itu diluncurkan sebagai penanda 6 Dasawarsa Prof Harkristuti Harkrisnowo di Aula FH UI, Depok, Jawa Barat, Senin (25/1) yang banyak dihadiri tokoh di bidang hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pandangan tersebut tidaklah adil jika kepada KY semata," cetus Ronny.
Sebab berdasarkan UU, KY hanya memiliki wewenang yang terbatas. Putusan final sebuah rekomendasi etik tetap ada di tangan Mahkamah Agung (MA) dan pihak berwajib. Secara garis besar, penanganan terhadap hakim berperilaku tidak terpuji lebih baik dibandingkan pada periode sebelumnya (sebelum ada KY/KPK).
"Terlihat banyak kemajuan dunia peradilan di Indonesia dalam menindak tegas ulah oknum hakim yang berperilaku tidak terpuji," ucap Ronny di halaman 574. (asp/nrl)