Adanya ketentuan baru, yakni Pasal 158 UU 8 tahun 2015 tentang Pilkada menjadi senjata ampuh untuk mengandaskan gugatan para pihak yang keberatan dengan hasil rekapitulasi suara di daerah masing-masing. Hingga Jumat (22/1) terhitung sudah 83 gugatan kandas, sebagian besar karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 tentang ambang batas maksimal selisih suara yang bisa diajukan ke MK.
Para hakim konstitusi langsung menolak puluhan gugatan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 158. Tanpa melihat eksepsi dan fakta lain, para hakim konstitusi akan langsung menolak saat melihat selisih suara sudah lebih dari jumlah yang ditentukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, menyatakan, satu mengabulkan eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait mengenai kedudukan hukum atau legal standing pemohon. Dua permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK, Arief Hidayat setiap membacakan amar putusan yang gugatannya ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 158.
Faktanya, sebagian besar gugatan sengketa Pilkada tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 158. Hingga akhirnya, puluhan gugatan langsung kandas pada sidang dismissal.
Seperti yang terjadi pada persidangan kemarin, Jumat (22/1), dari 23 gugatan sengketa Pilkada yang disidangkan, mahkamah hanya mengabulkan satu gugatan, yakni sengketa Pilkada Halmahera Selatan. Bahkan, dalam putusannya, mahkamah memerintahkan untuk dilakukan penghitungan suara ulang.
Kini masih tersisa beberapa gugatan yang akan disidangkan pada hari Senin (25/1). Pada persidangan dismissal lanjutan itu, diprediksi majelis hakim konstitusi akan kembali menolak sebagian besar gugatan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 158. (Hbb/fjp)